Hay...
Tumben-tumbenan post di pagi hari. Kayaknya pada banyak nanya gitu. Kuota
tersisa untuk tengah malam hingga pagi tepat jam 09.00, jadi post sekarang biar
tetap konsisten post tiap sabtu. Kali ini aku tidak membawa HBWN special
ramadhan karena special ramadhan aku tentuin cuma 4 part yang sekarang
seharusnya post part yang ke-4 dan artinya part yang terakhir berisi seputar
lebaran. Berhubung lebaran masih terhitung kurang beberapa hari lagi, jadi dipending.
Selain lagi usaha memburu ide untuk part akhir special ramadhan itu, juga biar
nanti bacanya lebih menghayati karena kalian juga sedang dalam nuansa hari
kemenangan. Jadi, buat pending ceritanya, aku post one shoot NDWN.
Anggap aja cerita lepasnya. One shoot kali ini menceritakan pernikahannya
Alvin-Sivia yang diambil dari sudut pandang Rio-Ify tentunya. Kalau mau yang
sudut pandanganya Alvin-Sivia bisa cek note fbnya Eksha Rahma Novianty. Dia
yang bikin J
Ya udah
monggo dibaca...
@
@
@
@
@
@
“Tidur!”
Ify memutar bola matanya saat kembali mendengar suara perintah Rio
menyuruhnya segera bobok cantik. Dan responnya masih sama. Memasang tampang tak
acuh sambil terus membaca novel yang sudah dipesannya 3 hari lalu dan baru tiba
siang tadi sepulang ia kuliah. Beberapa detik dari perintah, bukunya terlepas
dari pegangan. Dia menegakkan tubuh. Bersedekap. Mendongak menatap kesal.
“Going to sleep right now,
Dear! Can you understand what I say?” suara rendah Rio terdengar geram.
Mata tak kalah tajam dengan edward cullen itu menusuk kedua matanya.
“NO!” bantahnya dengan suara lantang.
Rio mendelik total.
“Dear, aku gak mau bentak kamu.”
Ify berhenti meraih-raih novel yang diangkat tinggi oleh Rio.
Memasang wajah melas. Kalimat sakral telah diucapkan Rio. Seketika
keberaniannya menciut. Dia duduk manis kembali. Mengulurkan tangan meminta
novelnya dengan cara berbeda.
“Gak ada baca novel lagi. Sekarang tidur! Udah jam 12. Kamu mau
telat ke acara ijab-qabulnya Alvin?” ucap Rio menolak permintaannya
“Setengah jam lagi deh Kak, itu tinggal seperempat. Sayang banget
ka---”
“Gak ada. Ayo ke kamar sekarang.” potong Rio langsung menarik
pergelangan tangannya.
Setengah memaksa dia menarik kursi yang diduduki Ify. Meletakkan
novel bergenre romance-comedy itu di
atas meja belajar. Mau tak mau Ify bangkit dari kursi. Dia akan mengambil novel
itu namun lebih dulu Rio memutar tubuhnya membelakangi meja. Sambil
bersungut-sungut, dia melangkah mendekati pintu ruang belajarnya dengan posisi
Rio di belakang mencengkram bahu. Setengah mendorongnya. Memapah istilahnya.
“Besok undangannya jam berapa Kak?” tanyanya selagi Rio mengunci
ruang belajarnya.
“Jam 10. Kita berangkat shubuh.” jawab Rio yang sudah memapahnya
kembali.
Ify mengangguk paham. Dia cukup kaget sekitar seminggu lalu
menerima undangan akad nikah langsung dari sepasang calon pengantin. Wajah
Sivia merona malu-malu kucing saat menyodorkan undangan. Tak jauh berbeda
dengan dia dulu. Malah lebih parah dia. Tangan gemetar saat menyerahkan
undangan langsung pada sahabat-sahabatnya. Dia nyaris tak kuat menyokong
tubuhnya akibat digoda habis-habisan oleh mereka telebih Sivia. Maka dari itu
dia berusaha kuat menahan Sivia kembali ke Jakarta agar lebih lama lagi
menggodanya hingga buang air kecil ditempat kalau bisa. Nyatanya gak sampai
separah itu efek godaannya. Dia kalah soal goda-menggoda.
“Baju buat besok udah disiapin?” tanya Rio setelah berbaring di
sampingnya. Memeluknya seperti biasa.
Dia menjawab dengan anggukan. Seperti biasa pula yang awalnya gak
ngantuk, dia jadi ngantuk kalau sudah dalam posisi seperti ini.
“Couple?” tanya Rio lagi sambil mengusap-usap punggungnya.
“Hm.” gumamnya.
“Bes--”
“Please, Kak. Kakak yang ngajak tidur. Tanya-tanya lagi jangan.
Besok tanya lagi aja Kak.” potongnya dengan kalimat berantakan.
Rio terkekeh. Gemas, dia mengeratkan pelukannya. Bersenandung
kecil sebagai pengantar untuk Ify ke alam mimpi lebih nyaman. Suara dengkuran
halus mulai terdengar. Dia menunduk. Memandang wajah Ify dengan hikmat seperti
malam-malam biasanya. Senyumnya terkulum. Bersyukur hingga detik ini dia masih
diberi kesempatan berada di samping Ify. Besok, sahabat kentalnya akan
mengikuti jejaknya. Mengucapkan janji suci pada seorang gadis di usia yang
didominasi sifat labil. Bilangnya, Alvin takut jika terus-terusan pacaran
dengan pertemuan yang cukup intensif karena berada dalam satu kota, bisa-bisa
kebablasan. Terlebih jika libur kuliah dan seisi keluarga tengah pergi. Hanya
tertinggal Alvin seorang, Sivia sering menemaninya.
Beruntung saat itu dia dan Ify menjalani hubungan jarak jauh di
mana dia hanya berkunjung ke rumah Ify sekenanya. Kapan dia punya waktu luang,
ya dia kerumah Ify. Jika tak ada waktu untuk menjeda perannya sebagai pengabdi
di perusahaan keluarga dan sebagai mahasiswa manajemen bisnis, bisa sebulan
lebih dia tak mengunjungi Ify. Terpenting, dia selalu bertanya kabar gadisnya
begitupun sebaliknya. Lebih menguntungkannya lagi, dia dan Ify saat itu HTS-an,
jadi tak terlalu ribet seperti hubungan pacaran.
***
Jarum pendek di jam tangan yang ia kenakan mengarah pada angka 6.
Tinggal seperempat jarak yang harus mereka tempuh menuju kediaman Sivia. Kedua
orang tua mereka telah tiba lebih dulu membantu mempersiapkan acara penting
yang dinanti-nantikan setiap manusia dalam tahapan akhir petualangan cinta itu.
Sejak beberapa meter meninggalkan rumah, Ify yang bersandar di dadanya terus
berkutat dengan gadget miliknya. Tanpa harus melirik untuk mengetahui apa yang
dilakukan, suara tanda masuk BBM yang begitu familiar terus-terusan terdengar
sudah menjadi pemberitahuan jika Ify sekarang tengah asik mengobrol ria.
“Kak. Masak Via bbm Ify, dia bilang udah 5 kali dalam sejam ke
kamar mandi dan minta bantuan Ify gimana ngatasinnya. Kan lucu.” lapor Ify
menoleh padanya sekilas.
Dia tersenyum tipis.
“Kamu sendiri waktu detik-detik akad-nikah gimana?” tanyanya
memain-mainkan rambut Ify yang dibiarkan tergerai lurus sepunggung. Cepat
sekali rambut istrinya ini bertambah panjang.
Ify tak langsung menjawab. Meletakkan gadget di pangkuannya.
Mendongak menatap langit-langit mobil sambil bibirnya bergerak ke kanan-kiri.
“Mmm... Ify waktu itu mules. Keringetan. Sampai Ify dimake up
ulang gara-gara gak berhenti keluar keringat. AC sama kipas angin rasanya gak
mempan.” jawab Ify nyengir sambil menoleh. Lalu balik fokus lagi ke gadgetnya.
“Nangisnya gak disebutin?” tanyanya lagi sadar jika Ify tak
menyebutkan kata itu.
Setelah menyelesaikan ujian menyenangkan sekaligus sukses buat dia
kewalahan nahan nervous itu, Ify muncul dari arah tangga menghubungkan lantai
utama dengan kamar Ify. Walaupun ditutup rapat dengan bedak yang tak begitu
tebal –kelihatannya- dia dapat menangkap mata Ify agak sembab. Tersenyum lepas
seperti biasa saat bertemu kangen dengannya. Dengan rambut yang dibiarkan
tergerai dihiasi bunga melati menempel menahan poni, Ify tampak sebagai wanita
dewasa yang anggun nan amat cantik berbalut kebaya putih. Menuruni tangga dengan
mertua dan mamanya di sisi kanan-kiri.
“Gak usah disebut Kakak
juga udah tahu.” jawab Ify menggerutu.
Lagi-lagi dia hanya tersenyum tipis. Mengecup puncak kepala Ify
yang terpakai bando senada dengan baju yang dikenakan. Seperti yang
direncanakan jauh-jauh hari, dia menyerahkan persiapan menghadiri acara
pernikahan Alvia pada Ify. Mulai dari busana yang akan mereka kenakan hingga
kado pernikahan yang akan diserahkan pada si pengantin. Dan Ify menyelesaikan
tugasnya dengan baik.
Masih bersandar di sandaran ternyaman sepanjang masa –dada Rio-
jemari dengan kuku tercover kuteks hijau tosca lincah mengetikkan jawaban
berupa solusi atas pertanyaan Sivia. Dia bilang saja kalau tak ingin ke kamar
mandi bolak-balik ya ditahan. Gampang kan? Masalah selesai. Merasa capek dan
dalam obrolan bersama dengan Sivia, Agni, dan Zahra selesai, dia memasukkan
gadgetnya. Memindai kondisi di balik jendela mobil. Lalu mengganti arah pada
sopir terpercaya Rio yang serius memandang lurus jalanan yang masih terlihat
lumayan lengang.
“Kalau masa haidmu udah selesai, segera dibersihin kukunya.”
Ucapan Rio seiring dengan jemari-jemarinya yang terangkat di depan
wajah oleh pemuda itu kembali mengalihkan pandangannya. Bergantian dia menatap
kuku-kukunya yang tengah diusap lembut oleh si pemilik suara. Dia mengangguk
singkat. Tersenyum.
“Rambut kamu jangan dipotong ya.”
Sekarang beralih pada rambutnya. Memilin-milin rambut
sepinggangnya yang sering bikin gerah.
“Kalau males nyisir, biar aku yang nyisirin.” tambah Rio
mengundang tawa kecil darinya.
“Iya gak Ify potong. Kecuali kalau udah ngelebihi pantat Ify.”
balasnya.
Rio merenggut. “Tetep gak usah dipotong, Dear. Biarin panjang
sampai nyentuh kaki kamu. Kalau bisa lebih. Kan bagus tuh kayak barbie
rapunzel. Apalagi wajah kamu mendukung.”
Dia tak menjawab. Hanya meraih boneka stich di sebelahnya. Menekan
wajah Rio sambil bersungut-sungut. Tawa Rio tertahan oleh boneka kesayangan Ify
yang kalau pergi kemana-mana harus selalu dalam pelukan. Cuma tadi aja stichnya
dianggurin gara-gara sibuk berceloteh dengan sahabat-sahabatnya. Tapi jujur, di
balik candaannya tadi. Dia ingin rambut panjang Ify tidak diapa-apakan. Di
biarkan tetap memanjang dengan warna hitam pekat. Apalagi setiap dia membuka
akun instagram Ify, banyak dari followersnya mengatakan jika wajah Ify itu
barbie wanna be. Kan cocok kalau rambut dipanjangin sampai melewati kaki. Terus
mengenakan baju yang membalut tubuh rapunzel.
“Hayoloh Kakak mikirin apa. Pasti udah bayang-bayang ke rapunzel.
Ify gak mau nonton barbie lagi deh kalau ada Kakak. Bahaya.”
***
Kedua orang
tuanya dan Rio tampak duduk manis di kursi yang tersusun melingkari tempat
Alvin nanti mengucap ijab untuk memiliki Sivia seutuhnya. Setengah menyeret,
dia membawa Rio menuju pintu belakang rumah Via. Dia tersenyum lebar mendapati
pembantu Sivia yang sering kali dia goda setiap kali berkunjung ke rumah
sahabat lekatnya ini. Menggunakan sikutnya dia menyenggol pelan lengan gadis
seusia suaminya. Tersenyum jahil. Mengerling mata memantapkan godaannya kali
ini.
“Minggu
depan nyusul atuh, Neng . Udah diminta kan sama yang di sebelah?”
Dia tertawa
pelan mendapati gadis yang dipanggilnya neng itu merenggut melanjutkan menata
gelas-gelas di atas nampan yang sempat tertunda karena senggolannya tadi. Gadis
yang suka sekali memotong rambutnya jika sudah menyentuh bahu itu diketahuinya
dengan baik dari majikannya. Sivia bercerita panjang lebar perihal kedatangan
tetangga sebelah yang berusia cukup matang untuk menikah –ukuran laki-laki- yaitu
25 tahun. Laki-laki itu tanpa basa-basi meminta Dari –gadis itu- yang memang
dianggap sebagai anak sendiri oleh orang tua Via mengingat munculnya gadis itu melamar
kerja karena harus melepaskan diri dari panti asuhan yang menampungnya selama
17 tahun, menjadi tanggung jawab penuh orang tua Via. Segala bentuk urusan
menyangkut Dari harus melalui orang tua Via, termasuk urusan menikah.
Kedua orang
tua Via dan Via sendiri shock dengan tujuan kedatangan laki-laki itu bersama
kedua orang tuanya yang melamar Dari 2 bulan lalu. Dari terkenal dengan jarang
keluar rumah kecuali untuk belajar aksara yang tidak didapatkannya selama di
pantu asuhan. Panti asuhan yang ditempati dari hanya memberi fasilitas yang
memenuhi kebutuhan fisik seputar makan, minum, tidur, dan berak. Tidak lebih.
Juga gadis itu diikutkan les menjahit, menganyam, menenun, dan segala macam
ketrampilan tangan yang memang sangat disukai Dari. Jadi wajar saja jika
setelah kedatangan laki-laki itu, Dari diintrogasi habis-habisan. Gadis itu
mengelak keras jika mempunyai hubungan special yang diam-diam dengan anak
tetangga sebelah. Dia bahkan tak mengenalnya sama sekali selama diasuh oleh
orang tua Via. Jangankan mengenal, tahu kalau tetangga sebelah yang sering kali
meminta tolong padanya untuk menemani anak perempuan yang masih berusia 10
tahun itu bermain, juga memiliki anak lelaki yang sudah dewasa.
Via sempat
meracau tak terima Alvin kalah cepat dengan laki-laki yang melamar Dari yang
membuatnya menerima cubitan pedas dari sosok yang dianggapnya Kakak sendiri. Sejak
lamaran yang jawabannya masih digantungkan hingga saat ini oleh Dari yang
mengaku terkejut itu, Sivia tak berhenti menggodanya. Juga memberi motivasi
Dari untuk segera mengambil keputusan.
“Jangan
lama-lama gantungin anak orang, Kak Dar. Di ambil cewek lain ntar nyesel loh.”
godanya lagi, masih berdiri di samping Dari yang sudah ganti menyusun beberapa
macam kue di atas nampan. Di sebelahnya, Rio yang juga tahu sedikit tentang
gadis berkulit sawo mateng itu hanya mengacak-acak rambut Ify gemas.
“Aku
berharapnya begitu. Dia lebih berhak mendapatkan yang lebih baik.”
Kalimat yang
diucapkan lirih tapi masih mampu didengar oleh Ify. Dia tersenyum kecut. Selain
tahu bahwa Dari tak kunjung menjawab lamaran laki-laki itu, dia juga tahu
alasan dibalik penggantungan yang dilakukan Dari. Gadis manis ini merasa
dirinya tidak pantas bersanding dengan pria yang lebih cocok menjadi majikannya
–katanya. Sebelum menggantung jawaban atas lamaran itu, Dari memberitahukan
semua hal tentang dirinya. Mulai Dari yang memang tidak mengetahui siapa kedua
orang tuanya karena dia ditemukan oleh seorang pelayan diskotik. Katanya dia
ditemukan di salah satu sofa yang ada di dalam diskotik tersebut. Mengenai dia
yang tak pernah menyenyam bangku sekolah, hingga tibanya dia di rumah megah
milik keluarga Via. Intinya, dia merasa tidak pantas jika harus menemani sisa
hidup laki-laki itu bersamanya nanti. Selain itu, dia juga tak sanggup dengan
cemoohan yang keluar dari mulut orang-orang yang mengenal laki-laki itu of
course orang-orang yang sering memandangnya remeh.
“Di mata
Tuhan, semua manusia itu sama, yang membedakan mereka hanya intensitas
berkomunikasi dengan-Nya. Gak perlu dipedulikan mulut orang-orang yang ngakunya
berpendidikan tapi otaknya gak lebih dari hewan. Hidup kita yang jalani, Kak.
Tuhan yang menegur kalau kita salah jalan. Mereka yang suka menghakimi setiap langkah
kita melewati jalan. Itu biasa kan?” tuturnya tak suka dengan lirihan yang
terlontar dari mulut Dari.
“Katanya
udah biasa dicemooh orang, tapi buktinya? Mau melangkah untuk bahagia bersama
seseorang yang sudah bersedia menggenapkan separuh agama Kakak dan mengajak
Kakak untuk lebih mengabdi kepada Tuhan saja, Kakak harus menunda karena
omongan orang.” lanjutnya pedas langsung menarik Rio keluar dari dapur
meninggalkan Dari yang berhenti dengan kesibukannya.
Dia tahu
ucapannya yang terakhir terdengar kasar, tapi dia ingin membuka pikiran Dari
yang sudah dibuat buntu dengan kucilan yang dilakukan oleh orang-orang sekitar.
Membuat gadis itu sampai harus menutup hati yang menimbulkan greget darinya.
Kalau yang tak merestui hubungan yang akan dibangun dengan jalan yang in shaa
allah diridoi Tuhan itu kedua orang tua si lelaki, baru bisa dibuat galau. Nah ini?
Kalimat orang-orang yang cuma bisa melakukan atribusi eksternal dibuat galau.
Ngapain?
Rio hanya
bisa mengusap bahu istrinya yang menggerutu sejak keluar dapur sampai akan
menghampiri kedua orang tuanya dan Ify yang sudah duduk manis di sofa ruang
keluarga Via. Dia mengerti maksud Ify itu baik. Dia juga sempat tergugah untuk
menasehati Dari namun urung mengingat dia tak begitu dekat, hanya sekedar tahu
dan kenal.
“Kalau
dengarin omongan-omongan orang yang cuma nilai kita dari luar ya gak bakal bisa
nikmatin hidup. Kalau Ify berlaku sama kayak Kak Dari gak bakal jadi istri
Kakak sekarang, karena omongan gak enak dari mereka gak berhenti nyerang Ify. Ada
yang menyayangkan Kak Rio menikah dengan Ify si gadis judes tak
berperikemanusiaan. Ada yang bilang Ify
dapat Kakak itu ketiban rezeki nomplok yang gak bakalan habis 7 turunan sedangkan
Kak Rio malah ketiban kulit durian. Ada yang bi---”
CUP. Dengan
santainya Rio membungkam bibir Ify dengan bibirnya. Melirik jahil. Sikutan Ify
di pinggangnya membuat rangkulannya terlepas. Gadisnya menghentakkan kaki
sebelum berlari menaiki tangga menuju kamar Via di mana gadis itu bersiap-siap
diri menanti kelar kedua orang tuanya dan Alvin selesai melakukan ijab-qabul.
“Bisa aja
loe, Yo.” komentar dari Gabriel.
“Ya bisa,
udah halal.” jawabnya santai tak berniat menyindir Gabriel yang mengambil first
kissnya Zahra sebelum menjadi pendamping sahnya, sukses mengundang kekehan dari
sahabatnya yang lain melihat tampang masam Gabriel.
Dia
tersenyum tipis. Lantas turut bergabung dengan para sahabatnya yang ternyata
menyaksikan tindakannya menghentikan ocehan Ify tadi. Kursi yang tersusun
melingkar khusus untuk kerabat sangat dekat dari keluarga Alvin-Sivia itu
terisi penuh oleh Cakka, Gabriel, Debo, beberapa sahabat Alvin di kampus, dan
ditutup oleh dirinya. Alvin sendiri masih belum datang, begitu kata Cakka saat
dia menanyakannya.
“Gue kangen
adik gue, Yo. Ntar boleh gue peluk yee?” ucap Cakka sambil menepuk pundaknya.
“Boleh.
Balasannya gue meluk Agni.” tuturnya kalem sambil lalu menyesap segelas teh
hangat yang tersedia di atas meja.
“Bangsat!”
maki Cakka meninju pundaknya yang hanya dibalasnya dengan tawa.
“Sama
seperti loe, Kka. Gue juga gak akan biarin orang lain nyentuh kepemilikan gue.
Terlebih Ify sekarang istri gue.” balasnya lagi-lagi sangat santai.
Cakka
mengangguk mengerti maksud Rio. Dia juga akan seperti Rio walaupun sosok yang dicintainya
dianggap adik oleh sahabat-sahabatnya. Agni yang hanya berstatus sebagai
kekasihnya saja sudah mendapat sikap protect darinya yang kata gadisnya itu
berlebihan. Apalagi Rio terhadap Ify yang notabenenya sudah sah sebagai
gadisnya di hadapan Tuhan dan Negara.
“Yang
dilakuin Tara itu bukan nyentuh?” goda Cakka yang tahu peristiwa penyandraan
Ify. Membuatnya geram setengah mati. Apalagi saat mendapatkan kondisi Ify yang
harus menyesuaikan diri lagi dengan sahabat-sahabat Rio.
“Itu diluar
kuasa gue. Yang jelas, kedepannya gue gak boleh dan gak akan lengah buat jaga
Ify. Bekas sentuhan tuh anak juga udah gue bersihin.” balasnya tenang dan masih
santai.
“Bersihinnya
gimana, Yo? Biar bisa gue praktekkin juga kalau ada yang nyentuh Agni.” tanya
Cakka memasang wajah serius dan mendekat padanya.
Dia melirik
sekilas. Mengambil kue kering di dalam toples yang berada di pusat meja.
Memasukkannya secara paksa pada mulut Cakka yang terbuka lebar menanti
jawabannya.
“Gak usah
sok polos. Pensiun jadi playboy pengkoleksi video xxx gak mungkin bikin otak ‘kotor’
loe sembuh.” jawab Rio yang kembali mengantongi makian dan mengundang tawa dari
lainnya yang sedari tadi hanya menjadi penonton.
***
Dahi Ify
mengernyit melihat Agni yang mondar-mandir di depan pintu kamar Via. Dia
mendekat dan langsung menoel bahu Agni. Gadis itu berbalik memandangnya kesal.
Kaget kali ya? Dia melihat penampilan Agni dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Wuihhh tobat, Mbak? batinnya bertanya-tanya. Kesan feminim yang selama SMA dikalahkan
oleh maskulinnya Agni, untuk hari ini menggantikan tempat. Dia geleng-geleng
kepala sambil tersenyum takjub membuat gadis di hadapannya cemberut.
“Kenapa loe
mondar-mandir? Ayan?” tanyanya mengabaikan ekspresi Agni.
“Bingung
ngasih kejutan Vianya gimana.” jawab Agni yang melupakan kesalnya dengan
tatapan Ify menilai penampilannya, kembali pada niat awal berdiri di depan
pintu kamar Via.
“Aelah,
ngapain bingung sih. Kita datang nerobos kamarnya dia udah kaget. Yuk masuk.”
balasnya menarik tangan Agni.
“Mmm Fy.”
Suara yang
bukan berasal dari Agni terdengar dari belakang punggungnya. Dia menoleh tanpa
berbalil. Tubuhnya menegang melihat gadis yang langsung mengingatkannya pada
penyandraan yang dilakukan Tara. Tanpa sadar, Agni yang berganti mencengkram
pergelangannya. Agni sebisa mungkin menenangkan Ify yang emosinya mulai
bergejolak. Di usap-usapnya lengan gadis itu berulang hingga Ify relaks.
Melalui tatapannya, dia meminta Shilla terus mendekat. Shilla sudah duduk di
kursi yang berada di depan kamar Via bersama dengannya. Mungkin Ify tak melihat
karena posisinya yang memunggungi gadis itu.
“Fy. Gue
minta maaf. Loe bisa balas perbuatan gue. Gue terima.” lirih Shilla langsung
memeluk Ify erat.
Dia
merasakan tubuh Ify meluruh yang dengan sigap langsung ditahan oleh Agni. Dia
melepas pelukan. Tatapan Ify kosong tertuju padanya. Dia benar-benar menyesali
perbuatannya. Perbuatan semenjak dia melepaskan diri menjadi bagian mereka
hanya karena kesalahpahaman yang seharusnya tak disikapinya menjadi masalah
yang berkelanjutan. Dia sudah akan berlutut saat Ify menariknya kembali untuk
berdiri tegak.
“Gue bukan
Tuhan tempat loe bersujud.” ucap Ify memandangnya datar.
“Gue kangen
sama loe sebagai sahabat gue dulu Shil. Yang maksa gue buat sadar siapa gue.” lanjut
Ify memeluknya erat.
Menumpu
beban padanya. Dia diam beberapa saat sebelum akhirnya membalas pelukan Ify
lebih erat. See? Bahkan setelah dia berbuat bodoh pada gadis yang saat
SMA sukses membuatnya iri karena banyak yang terpesona oleh kecantikannya, Ify
tetap menyambutnya dengan baik. Di balik punggung Ify, Agni tersenyum lebar
menyaksikan personel mereka akan kembali seperti saat kelas 10 dulu.
“Gue haus.”
celetuk Ify setelah melepas pelukannya.
Shilla dan
Agni saling pandang dan tertawa pelan. Mengacak-acak rambut Ify bersamaan membuat
si pemilik merenggut kesal.
“Eh iya, Kak
Zahra mana?” tanya Ify yang selain murni menanyakan keberadaan Zahra juga
memancing reaksi Shilla.
Tak ada
perubahan signifikan yang tergambar di wajah Shilla membuatnya bernafas lega.
Semoga tak hanya covernya saja yang mengatakan bahwa Shilla sudah mulai
menerima kenyataan Gabriel sudah menambatkan hatinya pada gadis lain. Gadis
yang memensiunkan diri sebagai gandengan dari sahabatnya Shilla setelah lebar
darinya, Via, dan Agni.
“Nanti
nyusul katanya. Dia baru landing jam setengah 10 nanti.” jawab Agni yang
dianggukinya singkat.
“Ya udah yuk
masuk.” ajak Ify yang langsung mengamit lengan Agni dan Shilla.
CKLEKK...
“Subhanallah!!
Via ini loe? Cantik banget.”
Jadilah
setelah itu saling memuji penampilan masing-masing yang dilanjut dengan adegan
haru saling meminta maaf. Kedatangan Shilla juga berhasil membuat Sivia shock
bahagia. Bahagia karena sosok yang ia harapkan dapat bergabung kembali menjadi
sahabatnya bersama Ify dan Agni, hadir di acara paling bersejarah selama kisah cintanya
dengan Alvin.
***
“Saya terima
nikahnya dan kawinnya Sivia Azizah binti Adi Prayoga dengan mas kawinnya yang
tersebut tunai.”
Suara sah
menyapu seluruh ruang tamu. Ify yang bersandar di bahu Rio menoleh. Memandang
suaminya yang juga ternyata lebih dulu menatapnya. Mereka ingat detik-detik
melepas masa lajang. Saat-saat di mana seluruh emosi bermain-main cantik. Rio
meremas kedua tangannya seiring wajah Rio menunduk melihatnya lebih dekat.
Kecupan singkat mendarat di hidung bangirnya sebelum wajah pria itu kembali
melihat ke depan.
“Ify gak
tega sama Via yang habis ini langsung ditinggal Kak Alvin. Ify gak bisa
bayangin kalau itu terjadi sama Ify. Emang pekerjaan Kak Alvin gak bisa ditunda
beberapa hari aja gitu, Kak?” celoteh Ify mengangkat wajah melihatnya lalu
balik lagi ke arah Alvin-Sivia yang sudah bertukar cincin.
“Gak usah
dibayangin.”
“Kakak.”
rengek Ify.
“Alvin juga
harus ninggalin Sivia yang baru dinikahinya juga demi memberikan kehidupan yang
sejahtera dan makmur, Dear. Seperti aku yang terpaksa ninggalin kamu sampai
seminggu kalau perintah atasan sudah turun. Beruntungnya atasanku Papa sendiri,
masih bisa dinego walaupun cuma dapat potongan 1-2 hari.” Jelasnya memainkan
jemari Ify.
Ify
mengangguk. Kepala gadisnya menyingkir dari bahu. Menarik tangannya. Dagu tirus
itu bergerak ke arah Alvin-Sivia yang sudah kelar prosesi ijab-qabul dan
sekarang foto-foto bersama beberapa tamu dan kerabat mereka. Dia bangkit dan
langsung mengamit pinggang Ify. Dia dan Ify memilih tempat duduk di barisan nomor
2 dari belakang.
“Selamat
menempuh hidup baru.” ucapnya menyalami sahabat paling dekatnya. Menepuk
punggungnya berulang.
“Selamat
sudah menikahi sahabat Ify, Kak Alvin.”
Kalimat Ify
mendapat protes dari yang lain.
“Iya iya.
Sahabat kita.” gerutunya.
Alvin
tersenyum lebar. Dia akan memeluk Ify tapi tangan Rio membentuk pagar. Ify
merenggut dan langsung membuatnya menerima pelototan dari Rio.
“Mahrammu
itu siapa?” ketus Rio yang dibalasnya cengiran.
“Aelah Yo,
dia adik gue.” ucap Alvin menyingkirkan lengan Rio yang berada di depan wajah
Ify.
“Bukan adik
kandung.” balas Rio yang langsung menarik Ify ke belakang tubuhnya.
“Ck. Gue
juga meluk Ify gak pake’ napsu kek gue ke Via, Yo.” balas Alvin mendapat
cubitan kecil dari Via di pinggangnya.
“Oke gue
izinin. Biar adil gue juga peluk Via. Gimana?”
Seperti
reaksi Cakka saat ia mengatakan kalimat yang serupa, makian meluncur dari mulut
Alvin lengkap dengan toyoran di kepala Rio. Orang-orang sekitar yang mendengar
percakapan itu tertawa. Para orang tua hanya bisa geleng-geleng kepala. Bagi
Rio, walaupun Ify dianggap sebagai adik oleh sahabat-sahabatnya, tetap saja dia
tak memberi izin mereka lebih dari sekedar menggandeng Ify. Toleransi sentuhan
tangan dan tangan itu pun dia berat untuk memberikannya, apalagi lebih. Mimpi
aja sana!
Ify
miliknya. Dia milik Ify.
Waaaaahh keren bangetttt :')
BalasHapusLanjut terus k indah :)
Hahaha terima kasih sudah baca cantikk:)
HapusYa Alloh ini kecenya parah.. romantisnya kebangetan..
BalasHapusMau dong ya ganti'in posisi nya si ify biar bisa di peluk pak bos terus hehe *digebukinRISE*
BalasHapusAkhirnya bisa komen juga, maaf telat, suka susah kalau mau komen, hehe
BalasHapusSelalu keren ceritanya, rio protektif bgt sama ify, takut ya ify diambil orang, hahaha
Semangat nulisnya dan aku tunggu kelanjutannya,,,
wow.. keren.
BalasHapussouvenir pernikahan murah kediri
Keren banget kak, trus berkarya ya, semangat..!!
BalasHapusNikah dini why not 👍👍👍
BalasHapus