Jumat, 10 Juli 2015

ONE SHOOT NIKAH DINI? WHY NOT?! {PERNIKAHAN ALVIA}

Hay... Tumben-tumbenan post di pagi hari. Kayaknya pada banyak nanya gitu. Kuota tersisa untuk tengah malam hingga pagi tepat jam 09.00, jadi post sekarang biar tetap konsisten post tiap sabtu. Kali ini aku tidak membawa HBWN special ramadhan karena special ramadhan aku tentuin cuma 4 part yang sekarang seharusnya post part yang ke-4 dan artinya part yang terakhir berisi seputar lebaran. Berhubung lebaran masih terhitung kurang beberapa hari lagi, jadi dipending. Selain lagi usaha memburu ide untuk part akhir special ramadhan itu, juga biar nanti bacanya lebih menghayati karena kalian juga sedang dalam nuansa hari kemenangan. Jadi, buat pending ceritanya, aku post one shoot NDWN. Anggap aja cerita lepasnya. One shoot kali ini menceritakan pernikahannya Alvin-Sivia yang diambil dari sudut pandang Rio-Ify tentunya. Kalau mau yang sudut pandanganya Alvin-Sivia bisa cek note fbnya Eksha Rahma Novianty. Dia yang bikin J
Ya udah monggo dibaca...
@

@

@

@

@

@

“Tidur!”
Ify memutar bola matanya saat kembali mendengar suara perintah Rio menyuruhnya segera bobok cantik. Dan responnya masih sama. Memasang tampang tak acuh sambil terus membaca novel yang sudah dipesannya 3 hari lalu dan baru tiba siang tadi sepulang ia kuliah. Beberapa detik dari perintah, bukunya terlepas dari pegangan. Dia menegakkan tubuh. Bersedekap. Mendongak menatap kesal.
Going to sleep right now, Dear! Can you understand what I say?” suara rendah Rio terdengar geram. Mata tak kalah tajam dengan edward cullen itu menusuk kedua matanya.
“NO!” bantahnya dengan suara lantang.
Rio mendelik total.
“Dear, aku gak mau bentak kamu.”
Ify berhenti meraih-raih novel yang diangkat tinggi oleh Rio. Memasang wajah melas. Kalimat sakral telah diucapkan Rio. Seketika keberaniannya menciut. Dia duduk manis kembali. Mengulurkan tangan meminta novelnya dengan cara berbeda.
“Gak ada baca novel lagi. Sekarang tidur! Udah jam 12. Kamu mau telat ke acara ijab-qabulnya Alvin?” ucap Rio menolak permintaannya
“Setengah jam lagi deh Kak, itu tinggal seperempat. Sayang banget ka---”
“Gak ada. Ayo ke kamar sekarang.” potong Rio langsung menarik pergelangan tangannya.
Setengah memaksa dia menarik kursi yang diduduki Ify. Meletakkan novel bergenre romance-comedy itu di atas meja belajar. Mau tak mau Ify bangkit dari kursi. Dia akan mengambil novel itu namun lebih dulu Rio memutar tubuhnya membelakangi meja. Sambil bersungut-sungut, dia melangkah mendekati pintu ruang belajarnya dengan posisi Rio di belakang mencengkram bahu. Setengah mendorongnya. Memapah istilahnya.
“Besok undangannya jam berapa Kak?” tanyanya selagi Rio mengunci ruang belajarnya.
“Jam 10. Kita berangkat shubuh.” jawab Rio yang sudah memapahnya kembali.
Ify mengangguk paham. Dia cukup kaget sekitar seminggu lalu menerima undangan akad nikah langsung dari sepasang calon pengantin. Wajah Sivia merona malu-malu kucing saat menyodorkan undangan. Tak jauh berbeda dengan dia dulu. Malah lebih parah dia. Tangan gemetar saat menyerahkan undangan langsung pada sahabat-sahabatnya. Dia nyaris tak kuat menyokong tubuhnya akibat digoda habis-habisan oleh mereka telebih Sivia. Maka dari itu dia berusaha kuat menahan Sivia kembali ke Jakarta agar lebih lama lagi menggodanya hingga buang air kecil ditempat kalau bisa. Nyatanya gak sampai separah itu efek godaannya. Dia kalah soal goda-menggoda.
“Baju buat besok udah disiapin?” tanya Rio setelah berbaring di sampingnya. Memeluknya seperti biasa.
Dia menjawab dengan anggukan. Seperti biasa pula yang awalnya gak ngantuk, dia jadi ngantuk kalau sudah dalam posisi seperti ini.
“Couple?” tanya Rio lagi sambil mengusap-usap punggungnya.
“Hm.” gumamnya.
“Bes--”
“Please, Kak. Kakak yang ngajak tidur. Tanya-tanya lagi jangan. Besok tanya lagi aja Kak.” potongnya dengan kalimat berantakan.
Rio terkekeh. Gemas, dia mengeratkan pelukannya. Bersenandung kecil sebagai pengantar untuk Ify ke alam mimpi lebih nyaman. Suara dengkuran halus mulai terdengar. Dia menunduk. Memandang wajah Ify dengan hikmat seperti malam-malam biasanya. Senyumnya terkulum. Bersyukur hingga detik ini dia masih diberi kesempatan berada di samping Ify. Besok, sahabat kentalnya akan mengikuti jejaknya. Mengucapkan janji suci pada seorang gadis di usia yang didominasi sifat labil. Bilangnya, Alvin takut jika terus-terusan pacaran dengan pertemuan yang cukup intensif karena berada dalam satu kota, bisa-bisa kebablasan. Terlebih jika libur kuliah dan seisi keluarga tengah pergi. Hanya tertinggal Alvin seorang, Sivia sering menemaninya.
Beruntung saat itu dia dan Ify menjalani hubungan jarak jauh di mana dia hanya berkunjung ke rumah Ify sekenanya. Kapan dia punya waktu luang, ya dia kerumah Ify. Jika tak ada waktu untuk menjeda perannya sebagai pengabdi di perusahaan keluarga dan sebagai mahasiswa manajemen bisnis, bisa sebulan lebih dia tak mengunjungi Ify. Terpenting, dia selalu bertanya kabar gadisnya begitupun sebaliknya. Lebih menguntungkannya lagi, dia dan Ify saat itu HTS-an, jadi tak terlalu ribet seperti hubungan pacaran.
***
Jarum pendek di jam tangan yang ia kenakan mengarah pada angka 6. Tinggal seperempat jarak yang harus mereka tempuh menuju kediaman Sivia. Kedua orang tua mereka telah tiba lebih dulu membantu mempersiapkan acara penting yang dinanti-nantikan setiap manusia dalam tahapan akhir petualangan cinta itu. Sejak beberapa meter meninggalkan rumah, Ify yang bersandar di dadanya terus berkutat dengan gadget miliknya. Tanpa harus melirik untuk mengetahui apa yang dilakukan, suara tanda masuk BBM yang begitu familiar terus-terusan terdengar sudah menjadi pemberitahuan jika Ify sekarang tengah asik mengobrol ria.
“Kak. Masak Via bbm Ify, dia bilang udah 5 kali dalam sejam ke kamar mandi dan minta bantuan Ify gimana ngatasinnya. Kan lucu.” lapor Ify menoleh padanya sekilas.
Dia tersenyum tipis.
“Kamu sendiri waktu detik-detik akad-nikah gimana?” tanyanya memain-mainkan rambut Ify yang dibiarkan tergerai lurus sepunggung. Cepat sekali rambut istrinya ini bertambah panjang.
Ify tak langsung menjawab. Meletakkan gadget di pangkuannya. Mendongak menatap langit-langit mobil sambil bibirnya bergerak ke kanan-kiri.
“Mmm... Ify waktu itu mules. Keringetan. Sampai Ify dimake up ulang gara-gara gak berhenti keluar keringat. AC sama kipas angin rasanya gak mempan.” jawab Ify nyengir sambil menoleh. Lalu balik fokus lagi ke gadgetnya.
“Nangisnya gak disebutin?” tanyanya lagi sadar jika Ify tak menyebutkan kata itu.
Setelah menyelesaikan ujian menyenangkan sekaligus sukses buat dia kewalahan nahan nervous itu, Ify muncul dari arah tangga menghubungkan lantai utama dengan kamar Ify. Walaupun ditutup rapat dengan bedak yang tak begitu tebal –kelihatannya- dia dapat menangkap mata Ify agak sembab. Tersenyum lepas seperti biasa saat bertemu kangen dengannya. Dengan rambut yang dibiarkan tergerai dihiasi bunga melati menempel menahan poni, Ify tampak sebagai wanita dewasa yang anggun nan amat cantik berbalut kebaya putih. Menuruni tangga dengan mertua dan mamanya di sisi kanan-kiri.
 “Gak usah disebut Kakak juga udah tahu.” jawab Ify menggerutu.
Lagi-lagi dia hanya tersenyum tipis. Mengecup puncak kepala Ify yang terpakai bando senada dengan baju yang dikenakan. Seperti yang direncanakan jauh-jauh hari, dia menyerahkan persiapan menghadiri acara pernikahan Alvia pada Ify. Mulai dari busana yang akan mereka kenakan hingga kado pernikahan yang akan diserahkan pada si pengantin. Dan Ify menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Masih bersandar di sandaran ternyaman sepanjang masa –dada Rio- jemari dengan kuku tercover kuteks hijau tosca lincah mengetikkan jawaban berupa solusi atas pertanyaan Sivia. Dia bilang saja kalau tak ingin ke kamar mandi bolak-balik ya ditahan. Gampang kan? Masalah selesai. Merasa capek dan dalam obrolan bersama dengan Sivia, Agni, dan Zahra selesai, dia memasukkan gadgetnya. Memindai kondisi di balik jendela mobil. Lalu mengganti arah pada sopir terpercaya Rio yang serius memandang lurus jalanan yang masih terlihat lumayan lengang.
“Kalau masa haidmu udah selesai, segera dibersihin kukunya.”
Ucapan Rio seiring dengan jemari-jemarinya yang terangkat di depan wajah oleh pemuda itu kembali mengalihkan pandangannya. Bergantian dia menatap kuku-kukunya yang tengah diusap lembut oleh si pemilik suara. Dia mengangguk singkat. Tersenyum.
“Rambut kamu jangan dipotong ya.”
Sekarang beralih pada rambutnya. Memilin-milin rambut sepinggangnya yang sering bikin gerah.
“Kalau males nyisir, biar aku yang nyisirin.” tambah Rio mengundang tawa kecil darinya.
“Iya gak Ify potong. Kecuali kalau udah ngelebihi pantat Ify.” balasnya.
Rio merenggut. “Tetep gak usah dipotong, Dear. Biarin panjang sampai nyentuh kaki kamu. Kalau bisa lebih. Kan bagus tuh kayak barbie rapunzel. Apalagi wajah kamu mendukung.”
Dia tak menjawab. Hanya meraih boneka stich di sebelahnya. Menekan wajah Rio sambil bersungut-sungut. Tawa Rio tertahan oleh boneka kesayangan Ify yang kalau pergi kemana-mana harus selalu dalam pelukan. Cuma tadi aja stichnya dianggurin gara-gara sibuk berceloteh dengan sahabat-sahabatnya. Tapi jujur, di balik candaannya tadi. Dia ingin rambut panjang Ify tidak diapa-apakan. Di biarkan tetap memanjang dengan warna hitam pekat. Apalagi setiap dia membuka akun instagram Ify, banyak dari followersnya mengatakan jika wajah Ify itu barbie wanna be. Kan cocok kalau rambut dipanjangin sampai melewati kaki. Terus mengenakan baju yang membalut tubuh rapunzel.
“Hayoloh Kakak mikirin apa. Pasti udah bayang-bayang ke rapunzel. Ify gak mau nonton barbie lagi deh kalau ada Kakak. Bahaya.”
***
Kedua orang tuanya dan Rio tampak duduk manis di kursi yang tersusun melingkari tempat Alvin nanti mengucap ijab untuk memiliki Sivia seutuhnya. Setengah menyeret, dia membawa Rio menuju pintu belakang rumah Via. Dia tersenyum lebar mendapati pembantu Sivia yang sering kali dia goda setiap kali berkunjung ke rumah sahabat lekatnya ini. Menggunakan sikutnya dia menyenggol pelan lengan gadis seusia suaminya. Tersenyum jahil. Mengerling mata memantapkan godaannya kali ini.
“Minggu depan nyusul atuh, Neng . Udah diminta kan sama yang di sebelah?”
Dia tertawa pelan mendapati gadis yang dipanggilnya neng itu merenggut melanjutkan menata gelas-gelas di atas nampan yang sempat tertunda karena senggolannya tadi. Gadis yang suka sekali memotong rambutnya jika sudah menyentuh bahu itu diketahuinya dengan baik dari majikannya. Sivia bercerita panjang lebar perihal kedatangan tetangga sebelah yang berusia cukup matang untuk menikah –ukuran laki-laki- yaitu 25 tahun. Laki-laki itu tanpa basa-basi meminta Dari –gadis itu- yang memang dianggap sebagai anak sendiri oleh orang tua Via mengingat munculnya gadis itu melamar kerja karena harus melepaskan diri dari panti asuhan yang menampungnya selama 17 tahun, menjadi tanggung jawab penuh orang tua Via. Segala bentuk urusan menyangkut Dari harus melalui orang tua Via, termasuk urusan menikah.
Kedua orang tua Via dan Via sendiri shock dengan tujuan kedatangan laki-laki itu bersama kedua orang tuanya yang melamar Dari 2 bulan lalu. Dari terkenal dengan jarang keluar rumah kecuali untuk belajar aksara yang tidak didapatkannya selama di pantu asuhan. Panti asuhan yang ditempati dari hanya memberi fasilitas yang memenuhi kebutuhan fisik seputar makan, minum, tidur, dan berak. Tidak lebih. Juga gadis itu diikutkan les menjahit, menganyam, menenun, dan segala macam ketrampilan tangan yang memang sangat disukai Dari. Jadi wajar saja jika setelah kedatangan laki-laki itu, Dari diintrogasi habis-habisan. Gadis itu mengelak keras jika mempunyai hubungan special yang diam-diam dengan anak tetangga sebelah. Dia bahkan tak mengenalnya sama sekali selama diasuh oleh orang tua Via. Jangankan mengenal, tahu kalau tetangga sebelah yang sering kali meminta tolong padanya untuk menemani anak perempuan yang masih berusia 10 tahun itu bermain, juga memiliki anak lelaki yang sudah dewasa.
Via sempat meracau tak terima Alvin kalah cepat dengan laki-laki yang melamar Dari yang membuatnya menerima cubitan pedas dari sosok yang dianggapnya Kakak sendiri. Sejak lamaran yang jawabannya masih digantungkan hingga saat ini oleh Dari yang mengaku terkejut itu, Sivia tak berhenti menggodanya. Juga memberi motivasi Dari untuk segera mengambil keputusan.
“Jangan lama-lama gantungin anak orang, Kak Dar. Di ambil cewek lain ntar nyesel loh.” godanya lagi, masih berdiri di samping Dari yang sudah ganti menyusun beberapa macam kue di atas nampan. Di sebelahnya, Rio yang juga tahu sedikit tentang gadis berkulit sawo mateng itu hanya mengacak-acak rambut Ify gemas.
“Aku berharapnya begitu. Dia lebih berhak mendapatkan yang lebih baik.”
Kalimat yang diucapkan lirih tapi masih mampu didengar oleh Ify. Dia tersenyum kecut. Selain tahu bahwa Dari tak kunjung menjawab lamaran laki-laki itu, dia juga tahu alasan dibalik penggantungan yang dilakukan Dari. Gadis manis ini merasa dirinya tidak pantas bersanding dengan pria yang lebih cocok menjadi majikannya –katanya. Sebelum menggantung jawaban atas lamaran itu, Dari memberitahukan semua hal tentang dirinya. Mulai Dari yang memang tidak mengetahui siapa kedua orang tuanya karena dia ditemukan oleh seorang pelayan diskotik. Katanya dia ditemukan di salah satu sofa yang ada di dalam diskotik tersebut. Mengenai dia yang tak pernah menyenyam bangku sekolah, hingga tibanya dia di rumah megah milik keluarga Via. Intinya, dia merasa tidak pantas jika harus menemani sisa hidup laki-laki itu bersamanya nanti. Selain itu, dia juga tak sanggup dengan cemoohan yang keluar dari mulut orang-orang yang mengenal laki-laki itu of course orang-orang yang sering memandangnya remeh.
“Di mata Tuhan, semua manusia itu sama, yang membedakan mereka hanya intensitas berkomunikasi dengan-Nya. Gak perlu dipedulikan mulut orang-orang yang ngakunya berpendidikan tapi otaknya gak lebih dari hewan. Hidup kita yang jalani, Kak. Tuhan yang menegur kalau kita salah jalan. Mereka yang suka menghakimi setiap langkah kita melewati jalan. Itu biasa kan?” tuturnya tak suka dengan lirihan yang terlontar dari mulut Dari.
“Katanya udah biasa dicemooh orang, tapi buktinya? Mau melangkah untuk bahagia bersama seseorang yang sudah bersedia menggenapkan separuh agama Kakak dan mengajak Kakak untuk lebih mengabdi kepada Tuhan saja, Kakak harus menunda karena omongan orang.” lanjutnya pedas langsung menarik Rio keluar dari dapur meninggalkan Dari yang berhenti dengan kesibukannya.
Dia tahu ucapannya yang terakhir terdengar kasar, tapi dia ingin membuka pikiran Dari yang sudah dibuat buntu dengan kucilan yang dilakukan oleh orang-orang sekitar. Membuat gadis itu sampai harus menutup hati yang menimbulkan greget darinya. Kalau yang tak merestui hubungan yang akan dibangun dengan jalan yang in shaa allah diridoi Tuhan itu kedua orang tua si lelaki, baru bisa dibuat galau. Nah ini? Kalimat orang-orang yang cuma bisa melakukan atribusi eksternal dibuat galau. Ngapain?
Rio hanya bisa mengusap bahu istrinya yang menggerutu sejak keluar dapur sampai akan menghampiri kedua orang tuanya dan Ify yang sudah duduk manis di sofa ruang keluarga Via. Dia mengerti maksud Ify itu baik. Dia juga sempat tergugah untuk menasehati Dari namun urung mengingat dia tak begitu dekat, hanya sekedar tahu dan kenal.
“Kalau dengarin omongan-omongan orang yang cuma nilai kita dari luar ya gak bakal bisa nikmatin hidup. Kalau Ify berlaku sama kayak Kak Dari gak bakal jadi istri Kakak sekarang, karena omongan gak enak dari mereka gak berhenti nyerang Ify. Ada yang menyayangkan Kak Rio menikah dengan Ify si gadis judes tak berperikemanusiaan. Ada  yang bilang Ify dapat Kakak itu ketiban rezeki nomplok yang gak bakalan habis 7 turunan sedangkan Kak Rio malah ketiban kulit durian. Ada yang bi---”
CUP. Dengan santainya Rio membungkam bibir Ify dengan bibirnya. Melirik jahil. Sikutan Ify di pinggangnya membuat rangkulannya terlepas. Gadisnya menghentakkan kaki sebelum berlari menaiki tangga menuju kamar Via di mana gadis itu bersiap-siap diri menanti kelar kedua orang tuanya dan Alvin selesai melakukan ijab-qabul.
“Bisa aja loe, Yo.” komentar dari Gabriel.
“Ya bisa, udah halal.” jawabnya santai tak berniat menyindir Gabriel yang mengambil first kissnya Zahra sebelum menjadi pendamping sahnya, sukses mengundang kekehan dari sahabatnya yang lain melihat tampang masam Gabriel.
Dia tersenyum tipis. Lantas turut bergabung dengan para sahabatnya yang ternyata menyaksikan tindakannya menghentikan ocehan Ify tadi. Kursi yang tersusun melingkar khusus untuk kerabat sangat dekat dari keluarga Alvin-Sivia itu terisi penuh oleh Cakka, Gabriel, Debo, beberapa sahabat Alvin di kampus, dan ditutup oleh dirinya. Alvin sendiri masih belum datang, begitu kata Cakka saat dia menanyakannya.
“Gue kangen adik gue, Yo. Ntar boleh gue peluk yee?” ucap Cakka sambil menepuk pundaknya.
“Boleh. Balasannya gue meluk Agni.” tuturnya kalem sambil lalu menyesap segelas teh hangat yang tersedia di atas meja.
“Bangsat!” maki Cakka meninju pundaknya yang hanya dibalasnya dengan tawa.
“Sama seperti loe, Kka. Gue juga gak akan biarin orang lain nyentuh kepemilikan gue. Terlebih Ify sekarang istri gue.” balasnya lagi-lagi sangat santai.
Cakka mengangguk mengerti maksud Rio. Dia juga akan seperti Rio walaupun sosok yang dicintainya dianggap adik oleh sahabat-sahabatnya. Agni yang hanya berstatus sebagai kekasihnya saja sudah mendapat sikap protect darinya yang kata gadisnya itu berlebihan. Apalagi Rio terhadap Ify yang notabenenya sudah sah sebagai gadisnya di hadapan Tuhan dan Negara.
“Yang dilakuin Tara itu bukan nyentuh?” goda Cakka yang tahu peristiwa penyandraan Ify. Membuatnya geram setengah mati. Apalagi saat mendapatkan kondisi Ify yang harus menyesuaikan diri lagi dengan sahabat-sahabat Rio.
“Itu diluar kuasa gue. Yang jelas, kedepannya gue gak boleh dan gak akan lengah buat jaga Ify. Bekas sentuhan tuh anak juga udah gue bersihin.” balasnya tenang dan masih santai.
“Bersihinnya gimana, Yo? Biar bisa gue praktekkin juga kalau ada yang nyentuh Agni.” tanya Cakka memasang wajah serius dan mendekat padanya.
Dia melirik sekilas. Mengambil kue kering di dalam toples yang berada di pusat meja. Memasukkannya secara paksa pada mulut Cakka yang terbuka lebar menanti jawabannya.
“Gak usah sok polos. Pensiun jadi playboy pengkoleksi video xxx gak mungkin bikin otak ‘kotor’ loe sembuh.” jawab Rio yang kembali mengantongi makian dan mengundang tawa dari lainnya yang sedari tadi hanya menjadi penonton.
***
Dahi Ify mengernyit melihat Agni yang mondar-mandir di depan pintu kamar Via. Dia mendekat dan langsung menoel bahu Agni. Gadis itu berbalik memandangnya kesal. Kaget kali ya? Dia melihat penampilan Agni dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wuihhh tobat, Mbak? batinnya bertanya-tanya. Kesan feminim yang selama SMA dikalahkan oleh maskulinnya Agni, untuk hari ini menggantikan tempat. Dia geleng-geleng kepala sambil tersenyum takjub membuat gadis di hadapannya cemberut.
“Kenapa loe mondar-mandir? Ayan?” tanyanya mengabaikan ekspresi Agni.
“Bingung ngasih kejutan Vianya gimana.” jawab Agni yang melupakan kesalnya dengan tatapan Ify menilai penampilannya, kembali pada niat awal berdiri di depan pintu kamar Via.
“Aelah, ngapain bingung sih. Kita datang nerobos kamarnya dia udah kaget. Yuk masuk.” balasnya menarik tangan Agni.
“Mmm Fy.”
Suara yang bukan berasal dari Agni terdengar dari belakang punggungnya. Dia menoleh tanpa berbalil. Tubuhnya menegang melihat gadis yang langsung mengingatkannya pada penyandraan yang dilakukan Tara. Tanpa sadar, Agni yang berganti mencengkram pergelangannya. Agni sebisa mungkin menenangkan Ify yang emosinya mulai bergejolak. Di usap-usapnya lengan gadis itu berulang hingga Ify relaks. Melalui tatapannya, dia meminta Shilla terus mendekat. Shilla sudah duduk di kursi yang berada di depan kamar Via bersama dengannya. Mungkin Ify tak melihat karena posisinya yang memunggungi gadis itu.
“Fy. Gue minta maaf. Loe bisa balas perbuatan gue. Gue terima.” lirih Shilla langsung memeluk Ify erat.
Dia merasakan tubuh Ify meluruh yang dengan sigap langsung ditahan oleh Agni. Dia melepas pelukan. Tatapan Ify kosong tertuju padanya. Dia benar-benar menyesali perbuatannya. Perbuatan semenjak dia melepaskan diri menjadi bagian mereka hanya karena kesalahpahaman yang seharusnya tak disikapinya menjadi masalah yang berkelanjutan. Dia sudah akan berlutut saat Ify menariknya kembali untuk berdiri tegak.
“Gue bukan Tuhan tempat loe bersujud.” ucap Ify memandangnya datar.
“Gue kangen sama loe sebagai sahabat gue dulu Shil. Yang maksa gue buat sadar siapa gue.” lanjut Ify memeluknya erat.
Menumpu beban padanya. Dia diam beberapa saat sebelum akhirnya membalas pelukan Ify lebih erat. See? Bahkan setelah dia berbuat bodoh pada gadis yang saat SMA sukses membuatnya iri karena banyak yang terpesona oleh kecantikannya, Ify tetap menyambutnya dengan baik. Di balik punggung Ify, Agni tersenyum lebar menyaksikan personel mereka akan kembali seperti saat kelas 10 dulu.
“Gue haus.” celetuk Ify setelah melepas pelukannya.
Shilla dan Agni saling pandang dan tertawa pelan. Mengacak-acak rambut Ify bersamaan membuat si pemilik merenggut kesal.
“Eh iya, Kak Zahra mana?” tanya Ify yang selain murni menanyakan keberadaan Zahra juga memancing reaksi Shilla.
Tak ada perubahan signifikan yang tergambar di wajah Shilla membuatnya bernafas lega. Semoga tak hanya covernya saja yang mengatakan bahwa Shilla sudah mulai menerima kenyataan Gabriel sudah menambatkan hatinya pada gadis lain. Gadis yang memensiunkan diri sebagai gandengan dari sahabatnya Shilla setelah lebar darinya, Via, dan Agni.
“Nanti nyusul katanya. Dia baru landing jam setengah 10 nanti.” jawab Agni yang dianggukinya singkat.
“Ya udah yuk masuk.” ajak Ify yang langsung mengamit lengan Agni dan Shilla.
CKLEKK...
“Subhanallah!! Via ini loe? Cantik banget.”
Jadilah setelah itu saling memuji penampilan masing-masing yang dilanjut dengan adegan haru saling meminta maaf. Kedatangan Shilla juga berhasil membuat Sivia shock bahagia. Bahagia karena sosok yang ia harapkan dapat bergabung kembali menjadi sahabatnya bersama Ify dan Agni, hadir di acara paling bersejarah selama kisah cintanya dengan Alvin.
***
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Sivia Azizah binti Adi Prayoga dengan mas kawinnya yang tersebut tunai.”
Suara sah menyapu seluruh ruang tamu. Ify yang bersandar di bahu Rio menoleh. Memandang suaminya yang juga ternyata lebih dulu menatapnya. Mereka ingat detik-detik melepas masa lajang. Saat-saat di mana seluruh emosi bermain-main cantik. Rio meremas kedua tangannya seiring wajah Rio menunduk melihatnya lebih dekat. Kecupan singkat mendarat di hidung bangirnya sebelum wajah pria itu kembali melihat ke depan.
“Ify gak tega sama Via yang habis ini langsung ditinggal Kak Alvin. Ify gak bisa bayangin kalau itu terjadi sama Ify. Emang pekerjaan Kak Alvin gak bisa ditunda beberapa hari aja gitu, Kak?” celoteh Ify mengangkat wajah melihatnya lalu balik lagi ke arah Alvin-Sivia yang sudah bertukar cincin.
“Gak usah dibayangin.”
“Kakak.” rengek Ify.
“Alvin juga harus ninggalin Sivia yang baru dinikahinya juga demi memberikan kehidupan yang sejahtera dan makmur, Dear. Seperti aku yang terpaksa ninggalin kamu sampai seminggu kalau perintah atasan sudah turun. Beruntungnya atasanku Papa sendiri, masih bisa dinego walaupun cuma dapat potongan 1-2 hari.” Jelasnya memainkan jemari Ify.
Ify mengangguk. Kepala gadisnya menyingkir dari bahu. Menarik tangannya. Dagu tirus itu bergerak ke arah Alvin-Sivia yang sudah kelar prosesi ijab-qabul dan sekarang foto-foto bersama beberapa tamu dan kerabat mereka. Dia bangkit dan langsung mengamit pinggang Ify. Dia dan Ify memilih tempat duduk di barisan nomor 2 dari belakang.
“Selamat menempuh hidup baru.” ucapnya menyalami sahabat paling dekatnya. Menepuk punggungnya berulang.
“Selamat sudah menikahi sahabat Ify, Kak Alvin.”
Kalimat Ify mendapat protes dari yang lain.
“Iya iya. Sahabat kita.” gerutunya.
Alvin tersenyum lebar. Dia akan memeluk Ify tapi tangan Rio membentuk pagar. Ify merenggut dan langsung membuatnya menerima pelototan dari Rio.
“Mahrammu itu siapa?” ketus Rio yang dibalasnya cengiran.
“Aelah Yo, dia adik gue.” ucap Alvin menyingkirkan lengan Rio yang berada di depan wajah Ify.
“Bukan adik kandung.” balas Rio yang langsung menarik Ify ke belakang tubuhnya.
“Ck. Gue juga meluk Ify gak pake’ napsu kek gue ke Via, Yo.” balas Alvin mendapat cubitan kecil dari Via di pinggangnya.
“Oke gue izinin. Biar adil gue juga peluk Via. Gimana?”
Seperti reaksi Cakka saat ia mengatakan kalimat yang serupa, makian meluncur dari mulut Alvin lengkap dengan toyoran di kepala Rio. Orang-orang sekitar yang mendengar percakapan itu tertawa. Para orang tua hanya bisa geleng-geleng kepala. Bagi Rio, walaupun Ify dianggap sebagai adik oleh sahabat-sahabatnya, tetap saja dia tak memberi izin mereka lebih dari sekedar menggandeng Ify. Toleransi sentuhan tangan dan tangan itu pun dia berat untuk memberikannya, apalagi lebih. Mimpi aja sana!

Ify miliknya. Dia milik Ify.

8 komentar:

  1. Waaaaahh keren bangetttt :')
    Lanjut terus k indah :)

    BalasHapus
  2. Ya Alloh ini kecenya parah.. romantisnya kebangetan..

    BalasHapus
  3. Mau dong ya ganti'in posisi nya si ify biar bisa di peluk pak bos terus hehe *digebukinRISE*

    BalasHapus
  4. Akhirnya bisa komen juga, maaf telat, suka susah kalau mau komen, hehe

    Selalu keren ceritanya, rio protektif bgt sama ify, takut ya ify diambil orang, hahaha

    Semangat nulisnya dan aku tunggu kelanjutannya,,,

    BalasHapus
  5. Keren banget kak, trus berkarya ya, semangat..!!

    BalasHapus
  6. Nikah dini why not 👍👍👍

    BalasHapus