“BUNDAAA.”
Ify tersenyum kecil mendengar panggilan yang disuarakan dengan
nada yang berbeda oleh anak-anaknya. Tanpa berniat membalikkan badan, dia
lanjut membersihkan tempat praktiknya. Petunjuk jam yang tertempel di dinding
menyatakan pukul setengah sepuluh lebih. Lingkaran beberapa pasang tangan
mengurungnya. Menghentikan gerakannya. Alhasil dia mengalah. Di letakkannya
begitu saja beberapa alat yang terakhir ia gunakan. Perawat yang membantunya
telah pulang setengah jam lalu.
“Kenapa belum tidur, Hm?” tanyanya balik badan pada ketiga buah
hatinya yang semakin tumbuh pesat, mengusap satu persatu puncak kepala mereka.
“Ayah suruh ke sini.” Perempuannya yang berusia 7 tahun menyahut.
Suruh? Dasar
Rio, masih saja tukang perintah. Bisa Ify hitung berapa kali Rio menggunakan
kata minta pada tempatnya. Laki-laki itu sering mengganti kata minta menjadi
suruh pada kalimat yang mengandung sebuah permohonan.
Selama membuka praktik di sebelah rumah baru mereka, Ify tak
membiarkan anak-anaknya berada di bangunan yang seukuran halaman belakang rumah
mereka yang separuhnya dibuat lapangan futsal dan basket lebih dari pukul 21.00
WIB. Biasanya Rio yang menemaninya membersihkan tempat praktiknya setelah jam
perawatnya habis.
“Sekarang mana Ayah?” tanyanya pada ketiganya yang malah memasang
senyum misterius.
Aih siapa yang mengajari si
kembar yang berusia 7 tahun dan kakaknya yang sudah naik kelas 3 SD ini kalau
bukan ayah mereka. Kemana pria idaman para wanita di luar sana itu?
Panjang umur rupanya. Sosok Rio muncul dengan membawa sebuah kotak
kayu seukuran kardus yang berisi mie instan. Tunggu-tunggu. Teksturnya memang
seperti kardus, tapi itu bukan kardus. Astaga, kue. Ify menutup mulutnya yang
menganga. Di bagian atas terdapat tulisan sederhana, Happy 12 th Anniversary. Di bawah kalimat itu permen yupi berwarna
kontras dengan dasar kue membentuk tulisan Fidita’s
marriage. Ya ampun, Ify sampai lupa dengan tanggal bersejarah dalam kisah
cintanya. Tanggal Rio mengucapkan ijab untuknya. Tanggal dia dan Rio menginstal
diri sebagai pasangan suami-istri. Dia
menahan air matanya yang sudah siap untuk diluncurkan. Memandang bahagia Rio yang memasang senyum. Senyum yang semakin
membuat para wanita meleleh dan hanya dia yang menerima senyumannya.
“Lupa ya?”
Ify mengangguk malu, “Maaf, Ayah.”
“Wajar kok. Ayah aja dicuekin seharian ini.”
Ify tertawa renyah mendengar keluhan Rio. Dia harus meminta maaf
lebih dari sekali untuk hari ini yang terlalu fokus pada pasien-pasien yang
banyak datang di hari di mana dia membuka pemeriksaan dan pengobatan gratis
untuk penyakit umum yang diderita orang-orang, bukan penyakit yang hanya bisa
ditangani dokter spesialis. Dia hanya memiliki jeda untuk beristirahat 15
menit. Dengan terpaksa pulang sekolah, ketiga buah hatinya harus diasuh oleh
asisten rumah tangga yang bekerja jika ia sangat butuh bantuan. Sampai sekarang
pun, Ify masih pantang menggunakan jasa tersebut kecuali benar-benar
membutuhkan.
“Maaf Ayah, maaf. Sekali dalam sebulan masak gak boleh sih?”
Rio tertawa kecil. Dia berjalan memperpendek jarak. Singkat waktu
mereka membentuk lingkaran kecil. Mencondongkan badan hingga sejajar dengan
Rasya-Masya dan Rama.
“Satu-dua-tiga.” Aba-abanya untuk meniup angka 12 itu
bersama-sama.
“Pejamkan mata, minta permohonan.” titah Rio setelah api lilin
mati.
Ritual mereka mungkin berbeda. Rio yang mencetuskan sejak usia
pernikahan mereka memasuki angka 5. Rio mempunyai alasan sendiri kenapa dia
menetapkan untuk mematikan api lilin terlebih dahulu sebelum mengucapkan
pengharapan. Baginya, tiup lilin sebagai tanda penutupan angka sebelumnya, dan
sebagai pengawal harapan-harapan di tahun selanjutnya. Menurutnya jika impian
itu diserukan terlebih dahulu, dan diakhiri dengan tiup lilin, artinya percuma.
Harapan tersebut dihentikan setelah beberapa detik diciptakan. Sedangkan jika
dengan ritual yang 7 tahun berjalan ini -sekali lagi baginya- harapan itu akan
terus mengiringi mereka sampai tiup lilin di angka berikutnya, baru diupgrade
lagi.
Semoga
kenaikan angka-angka ini terus berlanjut hingga takdir mutlak Tuhan –kematian-
yang menghentikan.
“Kakak berharap apa?” tanya Ify setelah mereka hampir bersamaan
membuka mata.
“Sama sepertimu.”
Jawaban yang sama setiap tahunnya. Sampai sekarang pun Ify
menyimpan penasaran akan pengharapan terdalam Rio terhadap rumah tangga mereka.
Ify mengerjap merasakan pipi kanan-kirinya menyentuh sesuatu. Dia melirik
ketiga anaknya yang sudah menjilat telunjuk masing-masing membersihkan noda
cream setelah disapukan pada pipinya. Belum sampai di situ, Rio yang berada di
hadapannya, dengan jahil menempelkan cream pada hidung bangirnya, ditarik ke
bawah berhenti di bibirnya. Astaga... mereka ini.
“KABURRR.” seru Rama mengoordinir adik-adiknya.
Dalam hati Rio berterima kasih sekali pada Rama yang mau bekerja
sama dengannya. Sebelum ke sini, Rama dibreafing mengenai rencananya yang
diakhir acara mengotori Ify dengan cream kue, dia meminta Rama untuk mengajak
adik-adiknya meninggalkan tempat dan menunggu di rumah. Rama adalah anak yang
cerdas dan pengertian. Haha.
Di letakkannya kue tar yang sedari tadi tertumpu di kedua
tangannya, pada meja tempat alat kerja Ify. Lantas mengurung wanitannya dalam
rengkuhan. Mengecup ubun-ubun Ify berulang hingga ia memperoleh sedikit
kepuasan.
Ify menggesek-gesekkan wajahnya di dada Rio. Membersihkan noda di
wajahnya pada polo T-shirt Rio yang
mengundang protes. Semakin ia eratkan pelukan saat Rio akan menjauh.
Rio pasrah. Padahal dia kan tak ingin menambah beban cucian Ify
dengan mengotori baju yang baru saja diambilnya dari lemari. Masih memeluk
tubuh Ify yang tampak semakin bagus (re: proporsional), dia menunduk. Sebelah
tangannya mendongakkan wajah Ify. Ia pertemukan keningnya dengan kening Ify.
Memandang dalam mata bening yang 12 tahun ini memandangnya penuh cinta kasih.
Memberitahukan perasaan masing-masing saat ini melalui saling tatap yang jika
tak segera dihentikan akan memakan waktu panjang, hingga pagi menjelang.
“Terima kasih.”
Keduanya terkekeh. Bersamaan mereka mengucapkannya. Rio menutup
adegan saling pandang mereka dengan kecupan mesrah di bibir ranum yang
membuatnya candu.
“Boleh kali ya kalau malam ini Ayah mau mengulang sukses?”
Ify tertawa. Menggeleng-gelengkan kepala.
“Anak-anak mau Kakak deportasi ke mana, Hm?”
Rio memasang senyum penuh arti. Di lepasnya lingkaran di sepanjang
pinggang Ify. Menarik lembut pergelangan wanitanya untuk keluar dari bangunan
tempat kerja Ify selama setahun ini. Lagi-lagi wanita dalam rangkulannya
tertawa. Bagaimana tidak? Ketiga anaknya telah melempar lambaian, diapit oleh
mama dan papanya, serta Mama Manda di depan sedan hitam yang terparkir di depan
teras utama.
“Kakak masih sama.” komentar Ify geleng-geleng kepala.
“Akan begitu seterusnya, dan aku akan terus berusaha
menggunakannya sesuai pada porsinya.”
Ify menoleh untuk memberikan senyuman lebar penuh bahagia. Rio
membalas dengan kecupan di keningnya.
***
29-02-2016; 23.58
Yuhuuuu selesai. Walaupun ngepostnya gak tepat waktu yang penting bikinnya tepat waktu hahaha. Gara-gara kejar deadline yang ditentuin sendiri oleh saya, jadinya kejar tayang bikinnya. Part ending nulis nyampe pertengahan langsung bikin epilog (ini tidak boleh ditiru). Maaf kalau endingnya kurang dapettt. Kelemahan saya parah dalam mengakhiri suatu cerita. Hahaha. Maka dari itu kisah cinta saya endingnya gitu-gitu aja. Tak berpihak(?)*eh hahaha
Udaaahhhh end !?
BalasHapusLagi donk special part gitu,,tp banyakin interaksi mereka sm anak" dan shbt jg...
Kl ngga bikin lg crt,tp msh ada hubungannya dg ini,please.
Hehehehe
#biarnggapisah2samarify
Hahaha in shaa allah ya. Ide sering maju mundur cantik nih:)
HapusSejak kapan ada kelas 9 SD?��
BalasHapusHahaha baru ngeh gue tun yang nulis maksudnya kelas 3 SD umur 9 tahun jadi ketulisnya campuran gitu jadi 9 SD hahaha
HapusAHHH KOK END???? wkwk, happy ending ni ye. Suka banget nget nget, ada extra part dongg kaaa. Yg sweet sweet wkwk. Ketagihan bacanya, pinginnya ada next part melulu. Selalu ditunggu kaa cerita2 berikutnya!!! SEMANGAT!!!������
BalasHapusYahh kok end sih? Tapi aku seneng happy ending,
BalasHapusLanjut lagi dong ceritanya, waktu masya rasya ma rama besar gitu,
Bakalan kangen mereka kalau enggak dilanjut
Semangat terus ya :)
ka lanjutin dong ceritanyaaa, biar aku ga bosen gitu kalo buka sosmed hehe
BalasHapusYaahh kok udah end ?? Padahal belum puas :'( dilanjut yakk kaa. Please :) atau kalau gak buat cerita lain yg menyangkut rify :D
BalasHapusperasaan cepet banget ya kak selese nya, aslinya nggak rela pisah sama mereka
BalasHapusLanjuuuutttttt
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusHalo! Ah suka banget sama ceritanya! Udah baca dari awal dan selalu nunggu next chapter tapi emang ga pernah kasih komen hehehe. Btw, authornya anak UTM yah? Prodi apaan nih? Aku utm juga soalnya hehe. Salam kenal! :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus