Senin, 29 Februari 2016

HAVING BABIES? WHY NOT?! #EPILOG



“BUNDAAA.”
Ify tersenyum kecil mendengar panggilan yang disuarakan dengan nada yang berbeda oleh anak-anaknya. Tanpa berniat membalikkan badan, dia lanjut membersihkan tempat praktiknya. Petunjuk jam yang tertempel di dinding menyatakan pukul setengah sepuluh lebih. Lingkaran beberapa pasang tangan mengurungnya. Menghentikan gerakannya. Alhasil dia mengalah. Di letakkannya begitu saja beberapa alat yang terakhir ia gunakan. Perawat yang membantunya telah pulang setengah jam lalu.
“Kenapa belum tidur, Hm?” tanyanya balik badan pada ketiga buah hatinya yang semakin tumbuh pesat, mengusap satu persatu puncak kepala mereka.
“Ayah suruh ke sini.” Perempuannya yang berusia 7 tahun menyahut.
Suruh? Dasar Rio, masih saja tukang perintah. Bisa Ify hitung berapa kali Rio menggunakan kata minta pada tempatnya. Laki-laki itu sering mengganti kata minta menjadi suruh pada kalimat yang mengandung sebuah permohonan.
Selama membuka praktik di sebelah rumah baru mereka, Ify tak membiarkan anak-anaknya berada di bangunan yang seukuran halaman belakang rumah mereka yang separuhnya dibuat lapangan futsal dan basket lebih dari pukul 21.00 WIB. Biasanya Rio yang menemaninya membersihkan tempat praktiknya setelah jam perawatnya habis.
“Sekarang mana Ayah?” tanyanya pada ketiganya yang malah memasang senyum misterius.
 Aih siapa yang mengajari si kembar yang berusia 7 tahun dan kakaknya yang sudah naik kelas 3 SD ini kalau bukan ayah mereka. Kemana pria idaman para wanita di luar sana itu?
Panjang umur rupanya. Sosok Rio muncul dengan membawa sebuah kotak kayu seukuran kardus yang berisi mie instan. Tunggu-tunggu. Teksturnya memang seperti kardus, tapi itu bukan kardus. Astaga, kue. Ify menutup mulutnya yang menganga. Di bagian atas terdapat tulisan sederhana, Happy 12 th Anniversary. Di bawah kalimat itu permen yupi berwarna kontras dengan dasar kue membentuk tulisan Fidita’s marriage. Ya ampun, Ify sampai lupa dengan tanggal bersejarah dalam kisah cintanya. Tanggal Rio mengucapkan ijab untuknya. Tanggal dia dan Rio menginstal diri sebagai pasangan suami-istri. Dia menahan air matanya yang sudah siap untuk diluncurkan. Memandang bahagia  Rio yang memasang senyum. Senyum yang semakin membuat para wanita meleleh dan hanya dia yang menerima senyumannya.
“Lupa ya?”
Ify mengangguk malu, “Maaf, Ayah.”
“Wajar kok. Ayah aja dicuekin seharian ini.”
Ify tertawa renyah mendengar keluhan Rio. Dia harus meminta maaf lebih dari sekali untuk hari ini yang terlalu fokus pada pasien-pasien yang banyak datang di hari di mana dia membuka pemeriksaan dan pengobatan gratis untuk penyakit umum yang diderita orang-orang, bukan penyakit yang hanya bisa ditangani dokter spesialis. Dia hanya memiliki jeda untuk beristirahat 15 menit. Dengan terpaksa pulang sekolah, ketiga buah hatinya harus diasuh oleh asisten rumah tangga yang bekerja jika ia sangat butuh bantuan. Sampai sekarang pun, Ify masih pantang menggunakan jasa tersebut kecuali benar-benar membutuhkan.
“Maaf Ayah, maaf. Sekali dalam sebulan masak gak boleh sih?”
Rio tertawa kecil. Dia berjalan memperpendek jarak. Singkat waktu mereka membentuk lingkaran kecil. Mencondongkan badan hingga sejajar dengan Rasya-Masya dan Rama.
“Satu-dua-tiga.” Aba-abanya untuk meniup angka 12 itu bersama-sama.
“Pejamkan mata, minta permohonan.” titah Rio setelah api lilin mati.
Ritual mereka mungkin berbeda. Rio yang mencetuskan sejak usia pernikahan mereka memasuki angka 5. Rio mempunyai alasan sendiri kenapa dia menetapkan untuk mematikan api lilin terlebih dahulu sebelum mengucapkan pengharapan. Baginya, tiup lilin sebagai tanda penutupan angka sebelumnya, dan sebagai pengawal harapan-harapan di tahun selanjutnya. Menurutnya jika impian itu diserukan terlebih dahulu, dan diakhiri dengan tiup lilin, artinya percuma. Harapan tersebut dihentikan setelah beberapa detik diciptakan. Sedangkan jika dengan ritual yang 7 tahun berjalan ini -sekali lagi baginya- harapan itu akan terus mengiringi mereka sampai tiup lilin di angka berikutnya, baru diupgrade lagi.
Semoga kenaikan angka-angka ini terus berlanjut hingga takdir mutlak Tuhan –kematian- yang menghentikan.
“Kakak berharap apa?” tanya Ify setelah mereka hampir bersamaan membuka mata.
“Sama sepertimu.”
Jawaban yang sama setiap tahunnya. Sampai sekarang pun Ify menyimpan penasaran akan pengharapan terdalam Rio terhadap rumah tangga mereka. Ify mengerjap merasakan pipi kanan-kirinya menyentuh sesuatu. Dia melirik ketiga anaknya yang sudah menjilat telunjuk masing-masing membersihkan noda cream setelah disapukan pada pipinya. Belum sampai di situ, Rio yang berada di hadapannya, dengan jahil menempelkan cream pada hidung bangirnya, ditarik ke bawah berhenti di bibirnya. Astaga... mereka ini.
“KABURRR.” seru Rama mengoordinir adik-adiknya.
Dalam hati Rio berterima kasih sekali pada Rama yang mau bekerja sama dengannya. Sebelum ke sini, Rama dibreafing mengenai rencananya yang diakhir acara mengotori Ify dengan cream kue, dia meminta Rama untuk mengajak adik-adiknya meninggalkan tempat dan menunggu di rumah. Rama adalah anak yang cerdas dan pengertian. Haha.
Di letakkannya kue tar yang sedari tadi tertumpu di kedua tangannya, pada meja tempat alat kerja Ify. Lantas mengurung wanitannya dalam rengkuhan. Mengecup ubun-ubun Ify berulang hingga ia memperoleh sedikit kepuasan.
Ify menggesek-gesekkan wajahnya di dada Rio. Membersihkan noda di wajahnya pada polo T-shirt Rio yang mengundang protes. Semakin ia eratkan pelukan saat Rio akan menjauh.
Rio pasrah. Padahal dia kan tak ingin menambah beban cucian Ify dengan mengotori baju yang baru saja diambilnya dari lemari. Masih memeluk tubuh Ify yang tampak semakin bagus (re: proporsional), dia menunduk. Sebelah tangannya mendongakkan wajah Ify. Ia pertemukan keningnya dengan kening Ify. Memandang dalam mata bening yang 12 tahun ini memandangnya penuh cinta kasih. Memberitahukan perasaan masing-masing saat ini melalui saling tatap yang jika tak segera dihentikan akan memakan waktu panjang, hingga pagi menjelang.
“Terima kasih.”
Keduanya terkekeh. Bersamaan mereka mengucapkannya. Rio menutup adegan saling pandang mereka dengan kecupan mesrah di bibir ranum yang membuatnya candu.
“Boleh kali ya kalau malam ini Ayah mau mengulang sukses?”
Ify tertawa. Menggeleng-gelengkan kepala.
“Anak-anak mau Kakak deportasi ke mana, Hm?”
Rio memasang senyum penuh arti. Di lepasnya lingkaran di sepanjang pinggang Ify. Menarik lembut pergelangan wanitanya untuk keluar dari bangunan tempat kerja Ify selama setahun ini. Lagi-lagi wanita dalam rangkulannya tertawa. Bagaimana tidak? Ketiga anaknya telah melempar lambaian, diapit oleh mama dan papanya, serta Mama Manda di depan sedan hitam yang terparkir di depan teras utama.
“Kakak masih sama.” komentar Ify geleng-geleng kepala.
“Akan begitu seterusnya, dan aku akan terus berusaha menggunakannya sesuai pada porsinya.”
Ify menoleh untuk memberikan senyuman lebar penuh bahagia. Rio membalas dengan kecupan di keningnya.
***
29-02-2016; 23.58

Yuhuuuu selesai. Walaupun ngepostnya gak tepat waktu yang penting bikinnya tepat waktu hahaha. Gara-gara kejar deadline yang ditentuin sendiri oleh saya, jadinya kejar tayang bikinnya. Part ending nulis nyampe pertengahan langsung bikin epilog (ini tidak boleh ditiru). Maaf kalau endingnya kurang dapettt. Kelemahan saya parah dalam mengakhiri suatu cerita. Hahaha. Maka dari itu kisah cinta saya endingnya gitu-gitu aja. Tak berpihak(?)*eh hahaha

13 komentar:

  1. Udaaahhhh end !?
    Lagi donk special part gitu,,tp banyakin interaksi mereka sm anak" dan shbt jg...
    Kl ngga bikin lg crt,tp msh ada hubungannya dg ini,please.
    Hehehehe
    #biarnggapisah2samarify

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha in shaa allah ya. Ide sering maju mundur cantik nih:)

      Hapus
  2. Sejak kapan ada kelas 9 SD?��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha baru ngeh gue tun yang nulis maksudnya kelas 3 SD umur 9 tahun jadi ketulisnya campuran gitu jadi 9 SD hahaha

      Hapus
  3. AHHH KOK END???? wkwk, happy ending ni ye. Suka banget nget nget, ada extra part dongg kaaa. Yg sweet sweet wkwk. Ketagihan bacanya, pinginnya ada next part melulu. Selalu ditunggu kaa cerita2 berikutnya!!! SEMANGAT!!!������

    BalasHapus
  4. Yahh kok end sih? Tapi aku seneng happy ending,
    Lanjut lagi dong ceritanya, waktu masya rasya ma rama besar gitu,
    Bakalan kangen mereka kalau enggak dilanjut

    Semangat terus ya :)

    BalasHapus
  5. ka lanjutin dong ceritanyaaa, biar aku ga bosen gitu kalo buka sosmed hehe

    BalasHapus
  6. Yaahh kok udah end ?? Padahal belum puas :'( dilanjut yakk kaa. Please :) atau kalau gak buat cerita lain yg menyangkut rify :D

    BalasHapus
  7. perasaan cepet banget ya kak selese nya, aslinya nggak rela pisah sama mereka

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  9. Halo! Ah suka banget sama ceritanya! Udah baca dari awal dan selalu nunggu next chapter tapi emang ga pernah kasih komen hehehe. Btw, authornya anak UTM yah? Prodi apaan nih? Aku utm juga soalnya hehe. Salam kenal! :)

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus