Selasa, 24 Desember 2013

MISS JUTEK KETEMU CINTA PART 27


 
Putra Bangsa tak biasanya seramai ini, terlebih pada madding yang berada di pusat keramaian sekolah. Seluruh siswa – siswi yang datang saling meributkan sesuatu. Ify yang hari ini terpaksa berangkat sendiri tanpa dampingan Rio –dikarenakan pemuda itu ada urusan mendadak dari sekolah yang mengutus Rio sebagai mantan ketua OSIS bersama ketua OSIS yang baru ke sekolah Pelita Bangsa- juga merasa aneh. Setiap orang yang ia jumpai di koridor sekolah tersenyum mengejeknya. Ada yang terang – terang menghinanya. Memberi ia julukan macam – macam. Ada apa dengan keadaan sekolah ini?? Tak mau ambil pusing dan berusaha tak peduli dengan cemohan yang tak tahu maksudnya apa, ify mempercepat langkahnya menuju kelas X.A.
“Ini nich cewek sok pasang wajah datar, tapi kelakuan busuk. Gak bersyukur banget udah dikasih yang oke, eh malah pindah ke kawasan lain. Gue sebagai fans setianya Rio merasa sakit hati lihat Rio dikhianatin.”
Degh… di ambang pintu kelas Ify menghentikan langkahanya. Apa nich maksudnya? Sampai – sampai mengatakan dia busuk segala. Ya ampun… apa sich yang menciptakan segerombolan anak berdiri di madding itu? Berita tentang dirinya kah? Kok bawa – bawa Rio segala. Dengan penuh pertanyaan dalam benak, Ify lantas masuk ke kelas. Di sana hanya ada Shilla yang sudah tenggelam dengan lagu yang ia dengar dari BBnya melalui headset. Hingga sekarang gadis itu tak mau membaurkan diri dengannya terlebih Sivia. Dia sampai bingung harus berbuat apa.
“Mmm… Shill, loe tahu gak apa yang jadi pencipta keramaian di luar. Kok anak – anak pada nyinisin gue gitu??”Tanya Ify mengharap dapat respon baik dari Shilla. Sebelumnya ia meminta Shilla untuk mencopot headsetnya melalui bahasa isyarat. Shilla mengangkat kedua bahunya dan memasang kembali headsetnya.
“Auk,, Ello kali yang bikin rame…!”
“Ya tapi gue kenapa?”
“Ck” Ify berdecak tak mendapat respon Shilla lagi. Ia lebih memilih tak keluar kelas. Ia menekan – nekan tombol BBnya mengirim message pada seseorang.
“Ck…”Decakan kasar kembali keluar. Dia jadi tambah lesu. Agni sepertinya benar – benar marah dengan perbuatannya di café waktu itu. Di lihat dari respon Agni yang begitu cuek menjawab BBMnya.
Ify mulai gelisah. Ia melirik ke ambang pintu. Terdapat beberapa anak yang sepertinya masih membicarakannya. Duh,, apa sich? Dia harus gimana?? Sivia, loe cepet dateng donk..!Huhuhu.. gue dimusuhin. Dia melihat tanggal dan hari. Senin, 23 – 11- 2012. Gak ada apa – apa dengan tanggal maupun hari tersebut. Dan Alhamdulillah, Sivia seger datang, namun keburu dengan bel masuk yang berbunyi.
***
Ify meringis tak nyaman selama perjalanan menuju kantin. Setiap pasang mata yang ia lewati di koridor sekolah seperti menatapnya jijik. Sampai saat ini ia masih belum tahu apa dibalik keramaian tadi pagi. Saat istirahat pertama saja dia hanya berdiam diri di kelas mendengarkan cerita Sivia yang lagi senang habis jadian sama Alvin. Membuat ify urung untuk menceritakan kegelisahannya tarhadap keramaian itu. Sivia juga sepertinya tak menyadari adanya kehebohan itu, buktinya gadis itu tak ikut heboh dan kepo ingin mengetahui apa yang sedang terjadi.
Kali ini masih tetap sama dengan hari – hari terakhir, ia hanya bertiga duduk di kantin. Shilla kembali tak mau ikut ke kantin bersama. Padahal ia, Sivia maupun Agni telah merayu dengan berbagai rangkaian kata agar gadis itu kembali bersama ke kantin dan kalau bisa membicarakan ke salah pahaman yang terjadi.
“Huft… akhirnya sekian detik melototin kantin satu – satu, nemu juga yang namanya kursi sama meja.”Ujar Sivia saat mereka telah menempatkan diri pada bangku kantin yang berisi 8 kursi dengan satu meja panajang tiap satu kelompok.
“Gue pesen dulu yak..! Seperti biasa kan?”
Dengan semangat 45, entah karena telah mendapat energy baru karena kejadian kemarin seharian bersama pangerannya, ia langsung ngibrit setelah mendapatkan anggukan dari sahabat – sahabatnya.
“Ag..”Panggil Ify. Agni mendak. Ekspresinya biasa saja dengan sebelah alis yang terangkat –menanyakan kenapa Ify memanggilnya.
“Mmmm loe marah ya sama gue?? Gue minta maaf ya, gue gak maksud bikin loe ribut sama Kak Cakka. Beneran Ag gue gak mak------”
Ucapan Ify terhenti. Agni mengangkat tangannya terlebih dahulu menyuruh Ify berhenti. Ia lantas berpindah posisi yang semula berada di depan ify menjadi di sebelah Ify.
“Loe ngomong apa sich Fy?? Gue gak marah sama loe. Yang kemarin itu udah gue lupain tauk. Gue ngambek gitu cuma ngerjain Kak Cakka aja.hehhehe”
Agni langsung senyum – senyum sendiri mengingat kejadian pulang dari café kemarin sore. Dia pura – pura ngambek pada Cakka. Masih ingat bagaimana Cakka memohon maaf padanya. Sampai – sampai pemuda itu dengan suka rela-walaupun sebenarnya gak suka- menuruti persyaratan darinya. Ia meminta Cakka untuk bergoyang itik seperti yang dilakukan oleh Zaskia –yang mempopulerkan- di depan anak – anak jalanan yang lagi berkumpul di taman tak jauh dari café. Sumpah dia ngakak gak ketulungan. Tak cukup bodoh, Agni merekam tingkah konyol Cakka dan menyimpannya sebagai kartu mati jika Cakka melakukan hal yang tidak – tidak padanya.
Ify mengernyit heran melihat Agni tersenyum tak ada sebab. Lantas ia menepuk pundak Agni menyadarkannya.
“Loe kenapa?? Habis jadian sama Kak Cakka?”Tebak Ify, karena melihat tingkah Agni yang sama persis dengan Sivia sepanjang jam pelajaran. Senyum tak lepas dari wajahnya.
“Heh?? Kagak. Apaan gue jadian sama dia, loe kali sama Kak Ri---- eh iya, ngomong – ngomong soal Kak Rio, kok gue tadi gak sengaja ada yang ngomongin ello sama Kak Rio ya Fy?? Kalau gak salah denger--------ah iya, mereka kayak ngejelekin loe.”
“Gue juga denger gitu Ag. Pas gue mau masuk kelas. Anak – anak cewek yang biasa duduk – duduk deket pintu ngoceh – ngoceh kalau gue tuh udah ngekhianatin Kak Rio.”
“Nah iya begitu Fy, gue kaget dengernya.”
“Apalagi gue, mana pas gue dateng Cuma ada Shilla yang bisa gue tanyain. Dianya juga gitu ketus banget. Gue bbm-in elo kagak loe read kayaknya, makanya gue nyangka loe marah sama gue”
“Yaampun,, gue lupa Fy kagak bawa BB, keburu tadi, mana low lagi batrenya. Sorry yak. Trus gimana?”
“Gue juga gak tahu. Gue bingung.”
Agni menatap Ify iba. Ify tak pernah seperti ini. Biasanya ia cuek saja ada bahan – bahan tak sedap tentang dirinya. Mungkin segitu cintanya dia sama Rio, sampai dia murung mikirin berita yang beredar tentang dirinya. Agni menguspa lembut bahu Ify. Mencoba memberi kekuatan.
“Loe yang sabar ya. Nanti pulang sekolah kita cari tahu ada apa sebenarnya. Gue tadi gak sengaja lihat di madding pusat sekolah rame dikerubungin kayak lagi antri BLT. Paling ada kaitannya dengan ini”
“Iya Ag. Gue juga mikirnya gitu. Gue tadi juga mau lihat apa yang dikerubungin. Cuma takut keinjek gue.”
“Hahahaha…… loe bisa aja Fy. Sekarang gak usah loe fikirin dech. Ntar kita cari tahu sama – sama. Tuh Sivia dah nongol”
Keduanya menghentikan topik yang dibicarakan melihat Sivia muncul dibalik panjangnya antrian pada setiap stan.
***
“GILAKKK! Kerjaan siapa nich!”Marah Agni saat melihat apa yang terpampang di madding. Semua rasa penasaran mereka terbayar saat melihat isi madding di pusat keramaian sekolah itu.
Bel pulang sekolah telah berbunyi 20 menit yang lalu. Mereka berkumpul terlebih dahulu di kelas X.A –kelas Ify, Via dan Shilla. Menunggu sekolah benar – benar sepi agar tak ada yang mengganggu mereka saat melalukan penelitian. Berita di madding benar – benar menguras emosi. Walaupun bukan dia yang menjadi bahan, tetap saja dia tak terima sahabatnya difitnah seperti ini. Keterlaluan sumpah.
Agni melirik Sivia yang masih memeluk Ify menenangkan gadis itu. Ify langsung terjatuh dengan lutut sebagai tumpuan setelah melihat apa yang terpampang di madding. Pantas saja tadi banyak omongan tak enak mengenai dirinya. Rasa sakit langsung menyergap dirinya. Sesak nafas langsung menyerang. Untuk menghirup oksigen terasa sangat susah. Sakit….. Siapa yang tega melakukan hal ini terhadapnya?? Berita itu sangat – sangat terlihat nyata –bukan sekedar gossip- dengan dilengkapi foto yang benar – benar meyakinkan isi berita.
Dengan gemetar, dia mencoba melepas pelukan Sivia. Saat ini keduanya duduk di bangku yang mengapit madding sebagai tempat duduk bersantai. Isakkannya mulai mereda. Dengan sesenggukan dia mencari – cari BBnya yang ia biasa taruh di tas sekolah bagian depan. Ify menghela nafas panjang sebelum menghubungi seseorang agar tak ketahuan sedang menangis.
“Hhh… loe bisa jemput gue di sekolah?”
“…………..”
“Ya udah hhhh.. gue tunggu”
“…………………………..”
“Udah cepet jemput gue, hhhh gue gak papa”
Tut.. hubungan terputus. Ia menatap Sivia dan Agni bergantian. Kasar, ia mengusap air matanya. Mengambil nafas dalam – dalam berharap dapat menghentikan tangisannya. Kakinya terasa sangat lemas untuk diajak bekerja sama. Bahkan untuk mendirikan tubuhnya, otot lurik yang bekerja di alat gerak bawah itu tak mau berkontraksi. Sekuat tenaga, dengan memegang tembok yang berada tepat di belakangnya, ia berhasil bangkit dan meraih tasnya bersiap pulang. Sebelum gadis itu melangkah. Kedua orang di sekitarnya itu langsung memeluknya. Mau tak mau, ia kembali terjatuh duduk pada bangku itu.
“Hiks….hiks….hiks….hiks…”Tangis Ify menjadi histeris. Percuma saja ia menahan.
Ketiga cowok yang baru saja muncul dari lapangan indoor terpaksa berhenti melangkah tak jauh dari daerah madding. Mereka saling berpandangan. Mengernyit dahi heran. Rupanya mereka juga tak terlalu tahu –lebih tepatnya tak mau tahu- dengan keramaian tadi pagi. Cowok sich ya, wajar banget kalau cuek sama gossip. Kan kebanyakan dari kaumnya mereka gak peka dengan lingkungan.
Sebelum mereka berniat menegur ketiga cewek itu. Salah satu dari mereka menunjuk – nunjuk madding. Ketiga pasang mata itu melebar. Menatap lagi ketiga gadis itu, lalu kembali menatap madding. Gak salah nich? Begitulah kesimpulan mereka melihat bahan yang terpampang di madding. Dengan pelan – pelan –tak mau salah baca- mereka mengulang kembali tulisan yang tertulis di kertas manila warna kuning itu. Lantas menajamkan mata melihat foto yang menyertai dan memperlengkap tulisan tersebut. Dan kembali lagi, menatap salah satu tokoh dari aksi pelukan itu.
“Gak mungkin nich, gak bener, gak bener”Seru Cakka menyadarkan ketiga cewek itu.
Ketiganya langsung melepaskan pelukan itu. Ify mengusap air matanya. Masih sesenggukan dia menatap Cakka, Alvin dan Gabriel yang menghampiri. Dia menunduk memainkan jemarinya. Kembali melakukan hal sama seperti sebelumnya menahan agar tak keluar lagi isakan, bahkan tangisan. Frustasi, Ify menggeleng – gelengkan kepalanya. Siapa sich?? Dia punya salah apa dengan orang itu? Selama ini kan dia sudah menutup diri pada sekitar kecuali pada sahabatnya dan sahabat Rio. Seingatnya dia tak pernah mengusik urusan orang lain. Tapi kenapa begini?
“Hiks… gu…hhh..gue pulang dulu ya..”Ucapnya saat mendapat BBM dari Deva –yang iasusruh menjemputnya.
“Tapi Fy------”
“Udah,, gue gak papa Vi.”
“Rio harus tahu masalah ini Fy.!” Kali ini Alvin angkat bicara. Ify menatapnya sayu membuat Alvin tak tega. Dengan memaksa senyum agar tak membuat seluruh orang ia sayang tak khawatir, Ify mengangguk.
“Iya. Nanti gue cerita Kak. Gue pulang dulu ya.”
“Loe jangan terlalu mikirin hal ini ya Fy, ada kita di sini yang selalu bantuin loe.”Ucap Agni. Ify mengangguk tersenyum.
“Loe pasti kuat cantik…”Seru Alvin sambil mengusap rambut Ify. Dia sudah menganggap Ify sebagai adiknya sendiri –apalagi dia tidak mempunyai adik. Ify juga sangat berjasa demi kesuksesannya mendapatkan Sivia. Ngomong – ngomong Sivia. Gadis cubby itu manyun melihat perhatian Alvin ke Ify. Bukan, dia tidak cemburu, hanya saja sedikit kesal. Sama saja sich ya.
“Loe jangan manyun gitu donk Vi. Gue kan Cuma adik – adikannya Kak Alvin. Kak Alvin perhatian sama gue sebagai adiknya dia. Gitu aja cemburu. Ya kan Kak?”Goda Ify.
“Hahahaha… Yo’a Fy, gini nich Fy, Sivia kagak mau kehilangan gue.”Tambah Alvin menambah kadar malunya Sivia.
Ify tertawa renyah. Semua yang ada di sana bernafas lega. Ify langsung melangkah meninggalkan tempat itu setelah berpamit sekali lagi pada sahabat – sahabatnya. Di sisi lain dia sangat bersyukur mempunyai mereka. Mempunyai sosok kakak –walaupun kakak-kakak-an- yang sangat peduli padanya.  
***
Malam kali ini terasa sunyi tak seperti malam – malam biasanya. Mungkin orang yang merupakan faktor pembawa keramaian dalam suasana kehidupan sedang tak berperan. Ya, mungkin karena itu. Orang itu masih tak bisa ia ganggu. Tak bisa memberi sapaan kepadanya. Jadi, sekarang bukanlah saat ia harus bercerita tentang apa yang terjadi di sekolah. Biar saja ia pendam sendiri untuk sementara sampai orang itu mempunyai waktu lenggang.
Suara ketukan pintu menyadarkan Ify pada dunia nyata. Lantas ia beranjak dari tempatnya duduk –dekat jendela- menatap rintikan hujan yang sepertinya mengerti akan perasaannya sekarang. Mendung dan sedih. Ify menyahut segera melangkah membuka pintu kamarnya yang ia kunci. Sebagai suatu tindakan “Sedia paying sebelum hujan” tak mau kejadian pagi sebelum berangkat sekolah terulang, ia sekarang selalu mengunci pintu kamarnya agar bocah kecil –Deva- tak masuk sembarangan dan mencoba merebut buku yang menggambarkan siapa dia.
“Kenapa Ma?” Rupanya sang Mama yang memanggil.
“Ada tamu tuh, ngakunya dia kakak kelas kamu.” Ify mengernyitkan dahi.
“Kak Rio?”Tebak Ify bingung.
“Bukan. Kalo Rio mama tahu Fy. Udah cepet kamu ganti baju temui temen kamu.”
Ify mengangguk. Sungguh dia malas untuk menemui tamu yang katanya kakak kelasnya itu. Apalagi ia sudah berganti memekai piyama tanpa lengannya. Hanya 10 menit waktu ia butuhkan mengganti pakaian menjadi celana pendek selutut dengan kaos oblong doraemon. Tak lupa ia mengunci kamar dan mengantongi kunci kamar di saku celana. Sempat ia melirik Deva yang menatapnya mengejek di ruang santai yang hanya ia balas dengan tatapan tajam.
“KAKYEL?”Serunya saat melihat Gabriel dari anak tangga terakhir.
Dengan penuh heran, Ify melangkah mendekati pemuda itu. Pertanyaan – pertanyaan yang menurutnya membutuhkan jawaban menumpuk seiring dia mendekati Gabriel. Ify langsung mengambil posisi di seberang Gabriel. Syukurlah Mama telah menyiapkan jamuan untuk Gabriel, sehingga dia tak repot – repot menyiapkannya sendiri.
“Ada apa loe malem – melem ke rumah? Gak punya jam?”Tanya Ify dingin.
Gabriel menelan ludah susah mendapat sambutan hangat Ify. Ia tahu, datang ke rumah Ify sekarang merupakan hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Apalagi jam yang menunjukkan pukul 9 lewat, bukan merupakan syarat sah dalam bertamu. Di tambah lagi ia cowok. Tak heran Ify menyambutnya seperti itu. Namun untungnya, sebelum ke rumah Ify, ia dibekali bahan – bahan pembuatan mental kuat dari Alvin. Kenapa Alvin?? Karena pemuda oriental itu yang mempunyai ide.
“Mmmmm… sorry sebelumnya Fy, gue punya jam kok di rumah. Gue tahu ini udah kelewat malam gue ke rumah loe.” Sekali lagi Gabriel menelan ludah sebelum ia melanjutkan kalimatnya.
“Tapi,, gue butuh banget bantuan loe. Soalnya ini urgent banget. Alvin juga nyaranin gue buat minta bantuan loe. Gue lagi galau Fy..”
Gubrak… Tawa Ify hampir saja meledak mendengar penuturan Gabriel kalau saja ia tak cepat – cepat memasang wajah datar dan mengeratkan cengkramannya pada gigi atas dan bawahnya.
“Loe kira gue dokter cinta?”Gerutu Ify.
Kesal juga dia. Ini orang galau minta bantuan dia. Eh tapi, Gabriel tadi bilang dia dianjurin sama Alvin suruh datang ke rumahnya? Ngelangkahi kodrat banget tuh anak. Mentang – mentang dia pernah bantuin problema cintanya dengan sahabatnya –Sivia, sekarang ia malah menawarkan jasanya pada orang lain. “Minta dibunuh tuh anak”batin Ify gedhek.
Gabriel menggaruk – garuk tengkuknya gak jelas. Dia juga rada’ gak enak sama Ify. Si Ify kan juga lagi ada masalah yang lebih besar ketimbang masalahnya dia. Duh,, apa dia pulang aja ya?? Tapi kan sekarang dia lagi galau, dan masa galaunya harus berakhir besok bersamaan dengan kesepakatannya dengan sang mama dalam merajut masa depan.
“Sorry dech Fy, gue kayaknya dateng di waktu gak tep---”
“Emang, baru nyadar?”
Gabriel menghela nafas, kayaknya benar, dia harus pulang.
“Ya udah, gue pulang dech..”
“Loe ngambek?”
Gabriel mengangkat bahunya tanda ia tak tahu. Wajahnya tambah kusut dari sebelum ia datang ke rumah Ify. Mungkin dia harus mempertimbangkan hal ini sendiri tanpa bantuan orang lain. Lantas ia bangkit dari sofa. Menatap Ify pasrah.
“Gue pamit ya Fy….”Ucapnya lemas.
“Hahahahah…. Loe ngambekan ya ternyata. Duduk lagi dech Kak…hahahaha”
Kerutan di dahi Gabriel terlihat berlapis. Ia kembali duduk. Mencoba mencerna ucapan Ify. Ia menatap Ify yang masih ketawa.
“Loe ngerjain gue fy?”
Tawa Ify terhenti. Lantas menatap Gabriel serius. Memasang wajah sedatar sebelumnya.
“Nggak”
“Terus?”
“Ya, sebelumnya gue kesel juga sich. Loe datang malam – malam Cuma buat minta bantuan ngilangin galau. Tapi ngelihat muka loe yang kusut gitu, di tambah kusut lagi gara – gara secara gak langsung gue nyuruh loe pulang. Gue jadi berubah pikiran. Lumayan kan buat hiburan di malam hari.”
Mulut Gabriel terbuka. Namun lekas ia sadar. Dia sudah menyumpah serapahi Ify. Enaknya aja dibikin hiburan. Orang dia bener – bener galau juga.
“Ya udah, Kak Iel galau kenapa? Ify mau dengerin Kakak cerita”
Suara Ify mulai melembut. Ia telah berpindah duduk menjadi di samping Gabriel. Di sofa berukuran panjang dibanding ketiga teman- temannya. Gabriel mengerjapkan mata melihat perubahan cepat di diri Ify. Suka nih dia kalau Ify udah kayak gini. Pantas saja Alvin menjadikan Ify sebagai adiknya. Dia juga mau ah menjadikan Ify sebagai adiknya. Kalau bisa sich lebih, Cuma dia takut menemui ajal sebelum waktunya.
Gabriel memulai ceritanya. Dia menghadap Ify, menaruh tangan kanannya di sandaran sofa agar nyaman selama ia curhat nanti. Dia berceloteh semua yang ia alami selama ini. Termasuk perjodohannya dengan Zahra. Walaupun Ify menyandarkan kepalanya di sofa, namun gadis itu terlihat serius menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Gabriel. Kadang ia mengangguk – ngangguk saat Gabriel mengungkapkan pendapatnya sendiri.
“……Jadi gitu Fy, sekarang gue bingung gue harus milih siapa. Mana besok udah harus disepakatin sama ortu gue. Kalau gue milih opsi pertama, gue harus mempersiapkan statement kuat biar nanti gue bisa melumpuhkan rencana ortu gue. Tapi kalau gue milih yang kedua, gue harus siap – siap melangkah dari nol.”
Ify mengangguk – ngangguk. Diam sesaat mencerna kalimat – kalimat Gabriel.
“Mmmmm… sebelumnya Ify tanya ke Kakak, perasaan Kakak lebih ke opsi pertama apa yang kedua?”
“Nah itu yang gue galauin Fy..”
Ify mendengus kesal.
“Gimana Kakak dapat jalan keluar kalau gini?? Coba Kakak diam bentar, rasain baik – baik. Ify kasih waktu 10 menit.”
***
Rio mandar – mandir di dalam kamarnya. Dia baru saja tiba di rumah. Pertemuan dengan wakil rakyat SMA Pelita cukup menguras tenaga. SMAnya dan SMA pelita mengadakan kerja sama dalam berbagai bidang seperti olah raga, olimpiade, bahkan kegiatan sosial. Kedua sekolah elit itu berusaha menambah nama harum untuk memajukan SMA agar tak Cuma di kenal di daerah sekitar. Rio, selaku mantan ketua OSIS bersama Bagas –ketua OSIS baru- harus ikut serta dalam rencana kedua sekolah ini. Dan hal pertama yang mereka lakukan yaitu mengadakan kegiatan BAKSOS ke daerah sekitar. Maka dari itu, ia sampai pulang malam, karena setelah meeting selesai, dia, bagasa dan dua perwakilan dari SMA Pelita lanjut terjun kelapangan menyurvei daerah yang harus mereka kunjungi pertama kali.
Ck.. decakan keluar dari mulut Rio entah keberapa kalinya. Sudah lebih 13 kali ia menelpon seseorang tak diangkat juga. Ia juga mengirim BBM beberapa kali tak ada yang di read oleh orang itu. Dengan kesal, Rio menghempaskan tubuhnya di ranjang besar itu. Mengacak – acak rambutnya frustasi.
“KAMU KEMANA SICH FY?? MASAK UDAH TIDUR? ATAU KAMU MARAH SAMA AKU KARENA SEHARIAN GAK NGABARIN KAMU? AKU KAN UDAH IZIN TADI……..ARGH….”Teriak Rio tambah frustasi.
BBnya ia lempar entah kemana. Tubuhnya sudah sangat lelah. Sekarang ia butuh suara Ify untuk menyegarkannya kembali. Jujur sehari tak bertemu gadis itu, ia sudah sangat rindu. Hatinya tersiksa, badan pegal, kepala nyut – nyutan. Dan sekarang ditambah gadis –yang ia harapkan dapat menstabilkan kondisinya- itu tak dapat dihubungi. Dia kembali mendudukkan diri. Matanya berkeliaran mencari BB yang tadi ia lempar. Huft… untung saja BB itu jatuh di sofa. Dengan secepat kilat, ia meraih benda kecil itu dan kembali menghubungi Ify.
Tut…tut…tut…….tut….tut………maaf, nomor yang anda hubungi sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi.
“ARGH……… Kamu kemana sich Fy?”
BRAK…
“Kamu apa – apaan sich Yo. Udah malam teriak – teriak. Mana belum ganti. Cepet sana mandi, ganti baju, terus tidur.”Omel Mama Manda mendapati kondisi Rio yang berantakan dan teriak – teriak malam hari sampai ke kamarnya.
Rio menatap sang Mama lesu. Rio melangkah kembali mendekati ranjang. Merebahkan diri tanpa mengindahkan omelan Mama manda. Akibatnya, ia mendapat jeweran pedas dari mamanya.
“Aw… Ma, sakit Ma… Iya iya, Rio bakalan mandi.”
“Cepet mandi..! Mama bawain makanan bentar lagi.”
“Gak usah dech Ma, Rio gak laper.”
Dengan sabar, Mama duduk di samping Rio. Mengelus rambut putra sulungnya itu. Dia tadi sempat mendengar sedikit teriakan Rio. Beliau tahu, putranya iini telah menghirup aroma cinta. Inilah kali pertama ia melihat Rio sangat berantakan seperti ini. Mungkin ia tak perlu ikut campur. Namun tetap saja, ia harus menasehati anaknya ini.
“Mama tahu Yo kamu lagi kesal. Cuma kamu harus ingat, jangan berpikiran negatif dulu sama Ify. Mungkin dia udah tidur atau lagi ada urusan penting sampai lupa bawa ponselnya.”
“Tapi Ma----”
“Kamu jangan jadi posesif gini donk Yo, lagian kamu belum ngiket Ify. Kamu belum pacaran kan sama dia?” Rio mengangguk lemah.
“Makanya, jangan kayak gini. Sikap kamu salah. Bisa – bisa Ify ilfeel sama kamu.”
Sekali lagi Rio mengangguk. Sedikit plong ia mendapat pencerahan dari sang Mama. Emang dah, Mama top banget pokoknya. Dia gak cerita aja udah tahu dan ngasih pencerahan. Love you mom.
“Yaudah, kamu mandi gih. Trus turun. Mama temenin kamu makan”
“Mama… Rio kan bukan anak kecil lagi. Rio makan sendiri. Mama tidur aja nemenin Papa. Ntar Papa ngamuk lagi tahu Mama ngilang”
Dengan gemas, mama Manda mengacak – acak rambut Rio yang sudah mulai panjang. Lantas beliau bangkit dan meninggalkan Rio. Sepeninggalnya mama. Rio menghela nafas lega. Hatinya mulai enakan. Betul kata mama. Dia belum mengikat Ify sebagai kekasihnya, jadi ia harus berusaha menjaga sikap agar Ify tetap nyaman bersamanya. Kembali Rio meraih BB. Mengetikkan pesan terakhir sebelum ia berbenah diri dan tidur.
***
“Stop..! Waktu habis. Sekarang Kakak harus jawab, Kakak lebih sreg yang mana. Pertama atau kedua?”
Gabriel menghirup nafas kuat – kuat seiring menguatkan pilihannya.
“Yang kedua Fy”Ucapnya mantap.
“Hah?? Kok bisa?”Tanya Ify bingung. Setahu dia, Gabriel sudah menunjukkan tanda – tanda kalau lelaki itu menyukai sahabatnya, tapi kenapa…..?
“Perlu loe tahu Fy, Zahra itu sahabat gue..”
Mulut Ify menganga lebar. Zahra sahabatnya Gabriel? Masak? Bukannya selama ini di depan matanya laki – laki itu bersikap tak bersahabat dengan Zahra? Zahra man, Zahra, Zahra temannya Dea yang ngebully dia. Tapi sich, setahu Ify, gadis itu terlihat paling kalem diantar ketdua temannya. Dan menurut cerita Shilla, gadis itu pernah ngebully Shilla pas awal MOS. Itu saja. Gak ada aksi bully susulan yang seperti dilakukan Dea dan Zevana.
Tak bermaksud menghiraukan reaksi Ify, Gabriel melanjutkan kalimatnya. Ia menceritakan seluruh kehidupannya bersama Zahra. Sampai pada bagian ia mulai tertarik pada Zahra.
“……baru sejak teguran gue waktu itu, gue udah kontakan lagi sama dia.”
“Mmmmm… kalau menurut gue sich Kak, sama seperti sebelumnya gue bilang, turuti apa kata hati loe. Kalau memang hati loe lebih mantep ke Kak Zahra. Ya udah, loe harus Cuma stuck di dia. Jangan ke yang lain.”
Gabriel melongo.
“Mmm… Shilla kan sahabat loe Fy?”Ucat Gabriel gak nyambung. Ify mengangkat sebelah alisnya.
“Terus kenapa kalau Shilla sahabat gue Kak? Gak ngaruh kan? Masak karena Shilla sahabat gue, loe maksa milih Shilla. Nanti kesimpulannya berbeda donk, bukan demi masa depan, demi gue nantinya?”
“’Hehehehe iya juga ya.”
“Eh tapi Kak, kok loe gampang banget pindah kawasan gini? Loe sama kayak Kak Cakka ya? Playboy juga?”
“Sialan loe. Ya gak lah.. Sebenarnya sich, rasa gue ke Shilla itu udah setengah sayang. Gue sayang sama dia. Cuma pas mau ngisi separuh rasa sayang itu tadi, keburu diisi sama sikap Shilla yang mmmmm you know what I mean lah Fy..”
Ify mengangguk. Dia paham maksud Gabriel. Apalagi sampai sekarang Shilla masih tak mau menyatu dengannya, Agn, terlebih Sivia. Herannya dia, kenapa di sekitar masalahnya dengan Gabriel jadi kebawa semua. Kenapa marahnya ke semua? Gabriel melihat jam tangannya. Matanya terbelalak. Jam menunjukkan hampir sebelas malam. Bisa – bisa kena omel nich. Mana dia sengaja matiin HPnya lagi, biar mamanya gak telfon – telfon mengingat sikap mamanya yang protek.
“Udah malem ternyata Fy… Sorry ya Fy udah nyuri waktu tidur loe. Gue pamit ya, loe langsung tidur habis ini. Loe pasti capek sama masalah loe ditambah dengerin gue curhat.”
Ify tersenyum tipis. Mengangguk. Ia mempersilahkan Gabriel meminum minumannya yang tak tersentuh sama sekali. Pemuda itu langsung meneguk habis coklat hangat yang disuguhkan mama Ify yang mulai dingin. Ia mengusap rambut Ify. Memperlakukan gadis itu penuh sayang dan terima kasih. Dirinya yang terlahir sebagai anak tunggal, membuat dia ingin menjadikan Ify sebagai adik. Kan lumayan punya adik pinter.
“Sebelum gue pulang, loe mau gak Fy, jadi adik gue? Gue anak tunggal. Pingin banget punya adik..” Ify melototkan matanya lebar.
“Minta sono ke mama loe”
“Yah,, percuma minta sekarang Fy. Kagak bisa diajak curhat. Mau ya.. yayayayay”
“Iya iya Kak Iel kakakku tersayang. Ify mau jadi adik Kakak.”
“Hehhehe… makasih Ify cantik. Iel sayang dech sama adik Ify. Peluk boleh ya…”
Kembali Ify melotot, namun sedetik kemudian ia mengangguk. Kehangatan langsung menyentuh tubuhnya. Gabriel memeluknya seraya mengusap rambutnya lembut. Laki – laki itu menaruh dagunya diatas kepala Ify. Dari dulu dia ingin sekali punya adik yang bisa ia jaga.
“Kakak pamit ya,, inget.. jangan terlalu mikirin masalah di sekolah. Ada kita, terlebih Rio yang akan ngebantu loe…”
Ify mengangguk. Gabriel langsung melepas pelukannya. Sebelum ia pulang. Dia mencubit pelan hidung bangir Ify sebagai salam penutup perjumpaan curhat bersama Ify. Setelah memastikan Gabriel menghilang di belokan perumahannya. Ify menyuruh satpam rumah untuk mengunci pagar. Ia langsung merebahkan diri di ranjang dan terlelap. Mencoba melupakan masalah yang sedang ia hadapi.

TO BE CONTINUED

3 komentar:

  1. Kak... Bagus 👍. Bgt... Tp aq blum bca part 1-28 jd agak bingung 😖 kk part 1-28 ku cari kok gak da sih ???,
    Minta linknya dong kk 😄
    Penasaran. Nih...... Mau dilanjut tp aq agak bingung sm cerita awalanya....


    Semangat kakak
    Part 1-28 dimana kak aq cari gak ada??? 😓

    BalasHapus
  2. Part 1-26 nya kok ngak ada ya?jadi bingung sama ceritanya, padahal cerpenny keren banget..

    BalasHapus
  3. saya sedih karena gak ada part 1-26 nya

    BalasHapus