Putra
Bangsa tak biasanya seramai ini, terlebih pada madding yang berada di pusat
keramaian sekolah. Seluruh siswa – siswi yang datang saling meributkan sesuatu.
Ify yang hari ini terpaksa berangkat sendiri tanpa dampingan Rio –dikarenakan
pemuda itu ada urusan mendadak dari sekolah yang mengutus Rio sebagai mantan
ketua OSIS bersama ketua OSIS yang baru ke sekolah Pelita Bangsa- juga merasa
aneh. Setiap orang yang ia jumpai di koridor sekolah tersenyum mengejeknya. Ada
yang terang – terang menghinanya. Memberi ia julukan macam – macam. Ada apa
dengan keadaan sekolah ini?? Tak mau ambil pusing dan berusaha tak peduli
dengan cemohan yang tak tahu maksudnya apa, ify mempercepat langkahnya menuju
kelas X.A.
“Ini
nich cewek sok pasang wajah datar, tapi kelakuan busuk. Gak bersyukur banget
udah dikasih yang oke, eh malah pindah ke kawasan lain. Gue sebagai fans
setianya Rio merasa sakit hati lihat Rio dikhianatin.”
Degh…
di ambang pintu kelas Ify menghentikan langkahanya. Apa nich maksudnya? Sampai
– sampai mengatakan dia busuk segala. Ya ampun… apa sich yang menciptakan
segerombolan anak berdiri di madding itu? Berita tentang dirinya kah? Kok bawa
– bawa Rio segala. Dengan penuh pertanyaan dalam benak, Ify lantas masuk ke
kelas. Di sana hanya ada Shilla yang sudah tenggelam dengan lagu yang ia dengar
dari BBnya melalui headset. Hingga sekarang gadis itu tak mau membaurkan diri
dengannya terlebih Sivia. Dia sampai bingung harus berbuat apa.
“Mmm…
Shill, loe tahu gak apa yang jadi pencipta keramaian di luar. Kok anak – anak
pada nyinisin gue gitu??”Tanya Ify mengharap dapat respon baik dari Shilla.
Sebelumnya ia meminta Shilla untuk mencopot headsetnya melalui bahasa isyarat.
Shilla mengangkat kedua bahunya dan memasang kembali headsetnya.
“Auk,,
Ello kali yang bikin rame…!”
“Ya
tapi gue kenapa?”
“Ck”
Ify berdecak tak mendapat respon Shilla lagi. Ia lebih memilih tak keluar
kelas. Ia menekan – nekan tombol BBnya mengirim message pada seseorang.
“Ck…”Decakan
kasar kembali keluar. Dia jadi tambah lesu. Agni sepertinya benar – benar marah
dengan perbuatannya di café waktu itu. Di lihat dari respon Agni yang begitu
cuek menjawab BBMnya.
Ify
mulai gelisah. Ia melirik ke ambang pintu. Terdapat beberapa anak yang
sepertinya masih membicarakannya. Duh,, apa sich? Dia harus gimana?? Sivia, loe
cepet dateng donk..!Huhuhu.. gue dimusuhin. Dia melihat tanggal dan hari.
Senin, 23 – 11- 2012. Gak ada apa – apa dengan tanggal maupun hari tersebut.
Dan Alhamdulillah, Sivia seger datang, namun keburu dengan bel masuk yang
berbunyi.
***
Ify
meringis tak nyaman selama perjalanan menuju kantin. Setiap pasang mata yang ia
lewati di koridor sekolah seperti menatapnya jijik. Sampai saat ini ia masih
belum tahu apa dibalik keramaian tadi pagi. Saat istirahat pertama saja dia
hanya berdiam diri di kelas mendengarkan cerita Sivia yang lagi senang habis
jadian sama Alvin. Membuat ify urung untuk menceritakan kegelisahannya tarhadap
keramaian itu. Sivia juga sepertinya tak menyadari adanya kehebohan itu,
buktinya gadis itu tak ikut heboh dan kepo ingin mengetahui apa yang sedang
terjadi.
Kali
ini masih tetap sama dengan hari – hari terakhir, ia hanya bertiga duduk di
kantin. Shilla kembali tak mau ikut ke kantin bersama. Padahal ia, Sivia maupun
Agni telah merayu dengan berbagai rangkaian kata agar gadis itu kembali bersama
ke kantin dan kalau bisa membicarakan ke salah pahaman yang terjadi.
“Huft…
akhirnya sekian detik melototin kantin satu – satu, nemu juga yang namanya
kursi sama meja.”Ujar Sivia saat mereka telah menempatkan diri pada bangku kantin
yang berisi 8 kursi dengan satu meja panajang tiap satu kelompok.
“Gue
pesen dulu yak..! Seperti biasa kan?”
Dengan
semangat 45, entah karena telah mendapat energy baru karena kejadian kemarin
seharian bersama pangerannya, ia langsung ngibrit setelah mendapatkan anggukan
dari sahabat – sahabatnya.
“Ag..”Panggil
Ify. Agni mendak. Ekspresinya biasa saja dengan sebelah alis yang terangkat
–menanyakan kenapa Ify memanggilnya.
“Mmmm
loe marah ya sama gue?? Gue minta maaf ya, gue gak maksud bikin loe ribut sama
Kak Cakka. Beneran Ag gue gak mak------”
Ucapan
Ify terhenti. Agni mengangkat tangannya terlebih dahulu menyuruh Ify berhenti.
Ia lantas berpindah posisi yang semula berada di depan ify menjadi di sebelah
Ify.
“Loe
ngomong apa sich Fy?? Gue gak marah sama loe. Yang kemarin itu udah gue lupain
tauk. Gue ngambek gitu cuma ngerjain Kak Cakka aja.hehhehe”
Agni
langsung senyum – senyum sendiri mengingat kejadian pulang dari café kemarin
sore. Dia pura – pura ngambek pada Cakka. Masih ingat bagaimana Cakka memohon
maaf padanya. Sampai – sampai pemuda itu dengan suka rela-walaupun sebenarnya
gak suka- menuruti persyaratan darinya. Ia meminta Cakka untuk bergoyang itik
seperti yang dilakukan oleh Zaskia –yang mempopulerkan- di depan anak – anak
jalanan yang lagi berkumpul di taman tak jauh dari café. Sumpah dia ngakak gak
ketulungan. Tak cukup bodoh, Agni merekam tingkah konyol Cakka dan menyimpannya
sebagai kartu mati jika Cakka melakukan hal yang tidak – tidak padanya.
Ify
mengernyit heran melihat Agni tersenyum tak ada sebab. Lantas ia menepuk pundak
Agni menyadarkannya.
“Loe
kenapa?? Habis jadian sama Kak Cakka?”Tebak Ify, karena melihat tingkah Agni
yang sama persis dengan Sivia sepanjang jam pelajaran. Senyum tak lepas dari
wajahnya.
“Heh??
Kagak. Apaan gue jadian sama dia, loe kali sama Kak Ri---- eh iya, ngomong –
ngomong soal Kak Rio, kok gue tadi gak sengaja ada yang ngomongin ello sama Kak
Rio ya Fy?? Kalau gak salah denger--------ah iya, mereka kayak ngejelekin loe.”
“Gue
juga denger gitu Ag. Pas gue mau masuk kelas. Anak – anak cewek yang biasa
duduk – duduk deket pintu ngoceh – ngoceh kalau gue tuh udah ngekhianatin Kak
Rio.”
“Nah
iya begitu Fy, gue kaget dengernya.”
“Apalagi
gue, mana pas gue dateng Cuma ada Shilla yang bisa gue tanyain. Dianya juga
gitu ketus banget. Gue bbm-in elo kagak loe read kayaknya, makanya gue nyangka
loe marah sama gue”
“Yaampun,,
gue lupa Fy kagak bawa BB, keburu tadi, mana low lagi batrenya. Sorry yak. Trus
gimana?”
“Gue
juga gak tahu. Gue bingung.”
Agni
menatap Ify iba. Ify tak pernah seperti ini. Biasanya ia cuek saja ada bahan –
bahan tak sedap tentang dirinya. Mungkin segitu cintanya dia sama Rio, sampai
dia murung mikirin berita yang beredar tentang dirinya. Agni menguspa lembut
bahu Ify. Mencoba memberi kekuatan.
“Loe
yang sabar ya. Nanti pulang sekolah kita cari tahu ada apa sebenarnya. Gue tadi
gak sengaja lihat di madding pusat sekolah rame dikerubungin kayak lagi antri
BLT. Paling ada kaitannya dengan ini”
“Iya
Ag. Gue juga mikirnya gitu. Gue tadi juga mau lihat apa yang dikerubungin. Cuma
takut keinjek gue.”
“Hahahaha……
loe bisa aja Fy. Sekarang gak usah loe fikirin dech. Ntar kita cari tahu sama –
sama. Tuh Sivia dah nongol”
Keduanya
menghentikan topik yang dibicarakan melihat Sivia muncul dibalik panjangnya antrian
pada setiap stan.
***
“GILAKKK!
Kerjaan siapa nich!”Marah Agni saat melihat apa yang terpampang di madding.
Semua rasa penasaran mereka terbayar saat melihat isi madding di pusat
keramaian sekolah itu.
Bel
pulang sekolah telah berbunyi 20 menit yang lalu. Mereka berkumpul terlebih
dahulu di kelas X.A –kelas Ify, Via dan Shilla. Menunggu sekolah benar – benar
sepi agar tak ada yang mengganggu mereka saat melalukan penelitian. Berita di
madding benar – benar menguras emosi. Walaupun bukan dia yang menjadi bahan,
tetap saja dia tak terima sahabatnya difitnah seperti ini. Keterlaluan sumpah.
Agni
melirik Sivia yang masih memeluk Ify menenangkan gadis itu. Ify langsung
terjatuh dengan lutut sebagai tumpuan setelah melihat apa yang terpampang di
madding. Pantas saja tadi banyak omongan tak enak mengenai dirinya. Rasa sakit
langsung menyergap dirinya. Sesak nafas langsung menyerang. Untuk menghirup
oksigen terasa sangat susah. Sakit….. Siapa yang tega melakukan hal ini
terhadapnya?? Berita itu sangat – sangat terlihat nyata –bukan sekedar gossip-
dengan dilengkapi foto yang benar – benar meyakinkan isi berita.
Dengan
gemetar, dia mencoba melepas pelukan Sivia. Saat ini keduanya duduk di bangku
yang mengapit madding sebagai tempat duduk bersantai. Isakkannya mulai mereda.
Dengan sesenggukan dia mencari – cari BBnya yang ia biasa taruh di tas sekolah
bagian depan. Ify menghela nafas panjang sebelum menghubungi seseorang agar tak
ketahuan sedang menangis.
“Hhh…
loe bisa jemput gue di sekolah?”
“…………..”
“Ya
udah hhhh.. gue tunggu”
“…………………………..”
“Udah
cepet jemput gue, hhhh gue gak papa”
Tut..
hubungan terputus. Ia menatap Sivia dan Agni bergantian. Kasar, ia mengusap air
matanya. Mengambil nafas dalam – dalam berharap dapat menghentikan tangisannya.
Kakinya terasa sangat lemas untuk diajak bekerja sama. Bahkan untuk mendirikan
tubuhnya, otot lurik yang bekerja di alat gerak bawah itu tak mau berkontraksi.
Sekuat tenaga, dengan memegang tembok yang berada tepat di belakangnya, ia
berhasil bangkit dan meraih tasnya bersiap pulang. Sebelum gadis itu melangkah.
Kedua orang di sekitarnya itu langsung memeluknya. Mau tak mau, ia kembali
terjatuh duduk pada bangku itu.
“Hiks….hiks….hiks….hiks…”Tangis
Ify menjadi histeris. Percuma saja ia menahan.
Ketiga
cowok yang baru saja muncul dari lapangan indoor terpaksa berhenti melangkah
tak jauh dari daerah madding. Mereka saling berpandangan. Mengernyit dahi
heran. Rupanya mereka juga tak terlalu tahu –lebih tepatnya tak mau tahu-
dengan keramaian tadi pagi. Cowok sich ya, wajar banget kalau cuek sama gossip.
Kan kebanyakan dari kaumnya mereka gak peka dengan lingkungan.
Sebelum
mereka berniat menegur ketiga cewek itu. Salah satu dari mereka menunjuk –
nunjuk madding. Ketiga pasang mata itu melebar. Menatap lagi ketiga gadis itu,
lalu kembali menatap madding. Gak salah nich? Begitulah kesimpulan mereka
melihat bahan yang terpampang di madding. Dengan pelan – pelan –tak mau salah
baca- mereka mengulang kembali tulisan yang tertulis di kertas manila warna
kuning itu. Lantas menajamkan mata melihat foto yang menyertai dan
memperlengkap tulisan tersebut. Dan kembali lagi, menatap salah satu tokoh dari
aksi pelukan itu.
“Gak
mungkin nich, gak bener, gak bener”Seru Cakka menyadarkan ketiga cewek itu.
Ketiganya
langsung melepaskan pelukan itu. Ify mengusap air matanya. Masih sesenggukan
dia menatap Cakka, Alvin dan Gabriel yang menghampiri. Dia menunduk memainkan
jemarinya. Kembali melakukan hal sama seperti sebelumnya menahan agar tak
keluar lagi isakan, bahkan tangisan. Frustasi, Ify menggeleng – gelengkan
kepalanya. Siapa sich?? Dia punya salah apa dengan orang itu? Selama ini kan
dia sudah menutup diri pada sekitar kecuali pada sahabatnya dan sahabat Rio.
Seingatnya dia tak pernah mengusik urusan orang lain. Tapi kenapa begini?
“Hiks…
gu…hhh..gue pulang dulu ya..”Ucapnya saat mendapat BBM dari Deva –yang iasusruh
menjemputnya.
“Tapi
Fy------”
“Udah,,
gue gak papa Vi.”
“Rio
harus tahu masalah ini Fy.!” Kali ini Alvin angkat bicara. Ify menatapnya sayu
membuat Alvin tak tega. Dengan memaksa senyum agar tak membuat seluruh orang ia
sayang tak khawatir, Ify mengangguk.
“Iya.
Nanti gue cerita Kak. Gue pulang dulu ya.”
“Loe
jangan terlalu mikirin hal ini ya Fy, ada kita di sini yang selalu bantuin
loe.”Ucap Agni. Ify mengangguk tersenyum.
“Loe pasti
kuat cantik…”Seru Alvin sambil mengusap rambut Ify. Dia sudah menganggap Ify
sebagai adiknya sendiri –apalagi dia tidak mempunyai adik. Ify juga sangat
berjasa demi kesuksesannya mendapatkan Sivia. Ngomong – ngomong Sivia. Gadis
cubby itu manyun melihat perhatian Alvin ke Ify. Bukan, dia tidak cemburu,
hanya saja sedikit kesal. Sama saja sich ya.
“Loe
jangan manyun gitu donk Vi. Gue kan Cuma adik – adikannya Kak Alvin. Kak Alvin
perhatian sama gue sebagai adiknya dia. Gitu aja cemburu. Ya kan Kak?”Goda Ify.
“Hahahaha…
Yo’a Fy, gini nich Fy, Sivia kagak mau kehilangan gue.”Tambah Alvin menambah
kadar malunya Sivia.
Ify
tertawa renyah. Semua yang ada di sana bernafas lega. Ify langsung melangkah
meninggalkan tempat itu setelah berpamit sekali lagi pada sahabat – sahabatnya.
Di sisi lain dia sangat bersyukur mempunyai mereka. Mempunyai sosok kakak
–walaupun kakak-kakak-an- yang sangat peduli padanya.
***
Malam
kali ini terasa sunyi tak seperti malam – malam biasanya. Mungkin orang yang
merupakan faktor pembawa keramaian dalam suasana kehidupan sedang tak berperan.
Ya, mungkin karena itu. Orang itu masih tak bisa ia ganggu. Tak bisa memberi
sapaan kepadanya. Jadi, sekarang bukanlah saat ia harus bercerita tentang apa
yang terjadi di sekolah. Biar saja ia pendam sendiri untuk sementara sampai
orang itu mempunyai waktu lenggang.
Suara
ketukan pintu menyadarkan Ify pada dunia nyata. Lantas ia beranjak dari
tempatnya duduk –dekat jendela- menatap rintikan hujan yang sepertinya mengerti
akan perasaannya sekarang. Mendung dan sedih. Ify menyahut segera melangkah
membuka pintu kamarnya yang ia kunci. Sebagai suatu tindakan “Sedia paying
sebelum hujan” tak mau kejadian pagi sebelum berangkat sekolah terulang, ia
sekarang selalu mengunci pintu kamarnya agar bocah kecil –Deva- tak masuk
sembarangan dan mencoba merebut buku yang menggambarkan siapa dia.
“Kenapa
Ma?” Rupanya sang Mama yang memanggil.
“Ada
tamu tuh, ngakunya dia kakak kelas kamu.” Ify mengernyitkan dahi.
“Kak
Rio?”Tebak Ify bingung.
“Bukan.
Kalo Rio mama tahu Fy. Udah cepet kamu ganti baju temui temen kamu.”
Ify
mengangguk. Sungguh dia malas untuk menemui tamu yang katanya kakak kelasnya
itu. Apalagi ia sudah berganti memekai piyama tanpa lengannya. Hanya 10 menit
waktu ia butuhkan mengganti pakaian menjadi celana pendek selutut dengan kaos
oblong doraemon. Tak lupa ia mengunci kamar dan mengantongi kunci kamar di saku
celana. Sempat ia melirik Deva yang menatapnya mengejek di ruang santai yang
hanya ia balas dengan tatapan tajam.
“KAKYEL?”Serunya
saat melihat Gabriel dari anak tangga terakhir.
Dengan
penuh heran, Ify melangkah mendekati pemuda itu. Pertanyaan – pertanyaan yang
menurutnya membutuhkan jawaban menumpuk seiring dia mendekati Gabriel. Ify
langsung mengambil posisi di seberang Gabriel. Syukurlah Mama telah menyiapkan
jamuan untuk Gabriel, sehingga dia tak repot – repot menyiapkannya sendiri.
“Ada
apa loe malem – melem ke rumah? Gak punya jam?”Tanya Ify dingin.
Gabriel
menelan ludah susah mendapat sambutan hangat Ify. Ia tahu, datang ke rumah Ify
sekarang merupakan hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Apalagi jam yang
menunjukkan pukul 9 lewat, bukan merupakan syarat sah dalam bertamu. Di tambah
lagi ia cowok. Tak heran Ify menyambutnya seperti itu. Namun untungnya, sebelum
ke rumah Ify, ia dibekali bahan – bahan pembuatan mental kuat dari Alvin.
Kenapa Alvin?? Karena pemuda oriental itu yang mempunyai ide.
“Mmmmm…
sorry sebelumnya Fy, gue punya jam kok di rumah. Gue tahu ini udah kelewat
malam gue ke rumah loe.” Sekali lagi Gabriel menelan ludah sebelum ia
melanjutkan kalimatnya.
“Tapi,,
gue butuh banget bantuan loe. Soalnya ini urgent banget. Alvin juga nyaranin
gue buat minta bantuan loe. Gue lagi galau Fy..”
Gubrak…
Tawa Ify hampir saja meledak mendengar penuturan Gabriel kalau saja ia tak cepat
– cepat memasang wajah datar dan mengeratkan cengkramannya pada gigi atas dan
bawahnya.
“Loe
kira gue dokter cinta?”Gerutu Ify.
Kesal
juga dia. Ini orang galau minta bantuan dia. Eh tapi, Gabriel tadi bilang dia
dianjurin sama Alvin suruh datang ke rumahnya? Ngelangkahi kodrat banget tuh
anak. Mentang – mentang dia pernah bantuin problema cintanya dengan sahabatnya
–Sivia, sekarang ia malah menawarkan jasanya pada orang lain. “Minta dibunuh
tuh anak”batin Ify gedhek.
Gabriel
menggaruk – garuk tengkuknya gak jelas. Dia juga rada’ gak enak sama Ify. Si
Ify kan juga lagi ada masalah yang lebih besar ketimbang masalahnya dia. Duh,,
apa dia pulang aja ya?? Tapi kan sekarang dia lagi galau, dan masa galaunya
harus berakhir besok bersamaan dengan kesepakatannya dengan sang mama dalam
merajut masa depan.
“Sorry
dech Fy, gue kayaknya dateng di waktu gak tep---”
“Emang,
baru nyadar?”
Gabriel
menghela nafas, kayaknya benar, dia harus pulang.
“Ya
udah, gue pulang dech..”
“Loe
ngambek?”
Gabriel
mengangkat bahunya tanda ia tak tahu. Wajahnya tambah kusut dari sebelum ia
datang ke rumah Ify. Mungkin dia harus mempertimbangkan hal ini sendiri tanpa
bantuan orang lain. Lantas ia bangkit dari sofa. Menatap Ify pasrah.
“Gue
pamit ya Fy….”Ucapnya lemas.
“Hahahahah….
Loe ngambekan ya ternyata. Duduk lagi dech Kak…hahahaha”
Kerutan
di dahi Gabriel terlihat berlapis. Ia kembali duduk. Mencoba mencerna ucapan
Ify. Ia menatap Ify yang masih ketawa.
“Loe
ngerjain gue fy?”
Tawa
Ify terhenti. Lantas menatap Gabriel serius. Memasang wajah sedatar sebelumnya.
“Nggak”
“Terus?”
“Ya,
sebelumnya gue kesel juga sich. Loe datang malam – malam Cuma buat minta
bantuan ngilangin galau. Tapi ngelihat muka loe yang kusut gitu, di tambah
kusut lagi gara – gara secara gak langsung gue nyuruh loe pulang. Gue jadi
berubah pikiran. Lumayan kan buat hiburan di malam hari.”
Mulut
Gabriel terbuka. Namun lekas ia sadar. Dia sudah menyumpah serapahi Ify.
Enaknya aja dibikin hiburan. Orang dia bener – bener galau juga.
“Ya
udah, Kak Iel galau kenapa? Ify mau dengerin Kakak cerita”
Suara
Ify mulai melembut. Ia telah berpindah duduk menjadi di samping Gabriel. Di
sofa berukuran panjang dibanding ketiga teman- temannya. Gabriel mengerjapkan
mata melihat perubahan cepat di diri Ify. Suka nih dia kalau Ify udah kayak
gini. Pantas saja Alvin menjadikan Ify sebagai adiknya. Dia juga mau ah
menjadikan Ify sebagai adiknya. Kalau bisa sich lebih, Cuma dia takut menemui
ajal sebelum waktunya.
Gabriel
memulai ceritanya. Dia menghadap Ify, menaruh tangan kanannya di sandaran sofa
agar nyaman selama ia curhat nanti. Dia berceloteh semua yang ia alami selama
ini. Termasuk perjodohannya dengan Zahra. Walaupun Ify menyandarkan kepalanya
di sofa, namun gadis itu terlihat serius menyimak setiap kata yang keluar dari
mulut Gabriel. Kadang ia mengangguk – ngangguk saat Gabriel mengungkapkan
pendapatnya sendiri.
“……Jadi
gitu Fy, sekarang gue bingung gue harus milih siapa. Mana besok udah harus
disepakatin sama ortu gue. Kalau gue milih opsi pertama, gue harus
mempersiapkan statement kuat biar nanti gue bisa melumpuhkan rencana ortu gue.
Tapi kalau gue milih yang kedua, gue harus siap – siap melangkah dari nol.”
Ify
mengangguk – ngangguk. Diam sesaat mencerna kalimat – kalimat Gabriel.
“Mmmmm…
sebelumnya Ify tanya ke Kakak, perasaan Kakak lebih ke opsi pertama apa yang
kedua?”
“Nah
itu yang gue galauin Fy..”
Ify
mendengus kesal.
“Gimana
Kakak dapat jalan keluar kalau gini?? Coba Kakak diam bentar, rasain baik –
baik. Ify kasih waktu 10 menit.”
***
Rio
mandar – mandir di dalam kamarnya. Dia baru saja tiba di rumah. Pertemuan
dengan wakil rakyat SMA Pelita cukup menguras tenaga. SMAnya dan SMA pelita
mengadakan kerja sama dalam berbagai bidang seperti olah raga, olimpiade,
bahkan kegiatan sosial. Kedua sekolah elit itu berusaha menambah nama harum
untuk memajukan SMA agar tak Cuma di kenal di daerah sekitar. Rio, selaku
mantan ketua OSIS bersama Bagas –ketua OSIS baru- harus ikut serta dalam
rencana kedua sekolah ini. Dan hal pertama yang mereka lakukan yaitu mengadakan
kegiatan BAKSOS ke daerah sekitar. Maka dari itu, ia sampai pulang malam,
karena setelah meeting selesai, dia, bagasa dan dua perwakilan dari SMA Pelita
lanjut terjun kelapangan menyurvei daerah yang harus mereka kunjungi pertama
kali.
Ck..
decakan keluar dari mulut Rio entah keberapa kalinya. Sudah lebih 13 kali ia
menelpon seseorang tak diangkat juga. Ia juga mengirim BBM beberapa kali tak
ada yang di read oleh orang itu. Dengan kesal, Rio menghempaskan tubuhnya di
ranjang besar itu. Mengacak – acak rambutnya frustasi.
“KAMU
KEMANA SICH FY?? MASAK UDAH TIDUR? ATAU KAMU MARAH SAMA AKU KARENA SEHARIAN GAK
NGABARIN KAMU? AKU KAN UDAH IZIN TADI……..ARGH….”Teriak Rio tambah frustasi.
BBnya
ia lempar entah kemana. Tubuhnya sudah sangat lelah. Sekarang ia butuh suara
Ify untuk menyegarkannya kembali. Jujur sehari tak bertemu gadis itu, ia sudah
sangat rindu. Hatinya tersiksa, badan pegal, kepala nyut – nyutan. Dan sekarang
ditambah gadis –yang ia harapkan dapat menstabilkan kondisinya- itu tak dapat
dihubungi. Dia kembali mendudukkan diri. Matanya berkeliaran mencari BB yang
tadi ia lempar. Huft… untung saja BB itu jatuh di sofa. Dengan secepat kilat,
ia meraih benda kecil itu dan kembali menghubungi Ify.
Tut…tut…tut…….tut….tut………maaf, nomor yang anda hubungi sedang sibuk,
cobalah beberapa saat lagi.
“ARGH………
Kamu kemana sich Fy?”
BRAK…
“Kamu
apa – apaan sich Yo. Udah malam teriak – teriak. Mana belum ganti. Cepet sana
mandi, ganti baju, terus tidur.”Omel Mama Manda mendapati kondisi Rio yang
berantakan dan teriak – teriak malam hari sampai ke kamarnya.
Rio
menatap sang Mama lesu. Rio melangkah kembali mendekati ranjang. Merebahkan
diri tanpa mengindahkan omelan Mama manda. Akibatnya, ia mendapat jeweran pedas
dari mamanya.
“Aw…
Ma, sakit Ma… Iya iya, Rio bakalan mandi.”
“Cepet
mandi..! Mama bawain makanan bentar lagi.”
“Gak
usah dech Ma, Rio gak laper.”
Dengan
sabar, Mama duduk di samping Rio. Mengelus rambut putra sulungnya itu. Dia tadi
sempat mendengar sedikit teriakan Rio. Beliau tahu, putranya iini telah
menghirup aroma cinta. Inilah kali pertama ia melihat Rio sangat berantakan
seperti ini. Mungkin ia tak perlu ikut campur. Namun tetap saja, ia harus
menasehati anaknya ini.
“Mama
tahu Yo kamu lagi kesal. Cuma kamu harus ingat, jangan berpikiran negatif dulu
sama Ify. Mungkin dia udah tidur atau lagi ada urusan penting sampai lupa bawa
ponselnya.”
“Tapi
Ma----”
“Kamu
jangan jadi posesif gini donk Yo, lagian kamu belum ngiket Ify. Kamu belum
pacaran kan sama dia?” Rio mengangguk lemah.
“Makanya,
jangan kayak gini. Sikap kamu salah. Bisa – bisa Ify ilfeel sama kamu.”
Sekali
lagi Rio mengangguk. Sedikit plong ia mendapat pencerahan dari sang Mama. Emang
dah, Mama top banget pokoknya. Dia gak cerita aja udah tahu dan ngasih
pencerahan. Love you mom.
“Yaudah,
kamu mandi gih. Trus turun. Mama temenin kamu makan”
“Mama…
Rio kan bukan anak kecil lagi. Rio makan sendiri. Mama tidur aja nemenin Papa.
Ntar Papa ngamuk lagi tahu Mama ngilang”
Dengan
gemas, mama Manda mengacak – acak rambut Rio yang sudah mulai panjang. Lantas
beliau bangkit dan meninggalkan Rio. Sepeninggalnya mama. Rio menghela nafas
lega. Hatinya mulai enakan. Betul kata mama. Dia belum mengikat Ify sebagai
kekasihnya, jadi ia harus berusaha menjaga sikap agar Ify tetap nyaman
bersamanya. Kembali Rio meraih BB. Mengetikkan pesan terakhir sebelum ia
berbenah diri dan tidur.
***
“Stop..!
Waktu habis. Sekarang Kakak harus jawab, Kakak lebih sreg yang mana. Pertama
atau kedua?”
Gabriel
menghirup nafas kuat – kuat seiring menguatkan pilihannya.
“Yang
kedua Fy”Ucapnya mantap.
“Hah??
Kok bisa?”Tanya Ify bingung. Setahu dia, Gabriel sudah menunjukkan tanda –
tanda kalau lelaki itu menyukai sahabatnya, tapi kenapa…..?
“Perlu
loe tahu Fy, Zahra itu sahabat gue..”
Mulut
Ify menganga lebar. Zahra sahabatnya Gabriel? Masak? Bukannya selama ini di depan
matanya laki – laki itu bersikap tak bersahabat dengan Zahra? Zahra man, Zahra,
Zahra temannya Dea yang ngebully dia. Tapi sich, setahu Ify, gadis itu terlihat
paling kalem diantar ketdua temannya. Dan menurut cerita Shilla, gadis itu
pernah ngebully Shilla pas awal MOS. Itu saja. Gak ada aksi bully susulan yang
seperti dilakukan Dea dan Zevana.
Tak
bermaksud menghiraukan reaksi Ify, Gabriel melanjutkan kalimatnya. Ia
menceritakan seluruh kehidupannya bersama Zahra. Sampai pada bagian ia mulai
tertarik pada Zahra.
“……baru
sejak teguran gue waktu itu, gue udah kontakan lagi sama dia.”
“Mmmmm…
kalau menurut gue sich Kak, sama seperti sebelumnya gue bilang, turuti apa kata
hati loe. Kalau memang hati loe lebih mantep ke Kak Zahra. Ya udah, loe harus
Cuma stuck di dia. Jangan ke yang lain.”
Gabriel
melongo.
“Mmm…
Shilla kan sahabat loe Fy?”Ucat Gabriel gak nyambung. Ify mengangkat sebelah
alisnya.
“Terus
kenapa kalau Shilla sahabat gue Kak? Gak ngaruh kan? Masak karena Shilla
sahabat gue, loe maksa milih Shilla. Nanti kesimpulannya berbeda donk, bukan
demi masa depan, demi gue nantinya?”
“’Hehehehe
iya juga ya.”
“Eh
tapi Kak, kok loe gampang banget pindah kawasan gini? Loe sama kayak Kak Cakka
ya? Playboy juga?”
“Sialan
loe. Ya gak lah.. Sebenarnya sich, rasa gue ke Shilla itu udah setengah sayang.
Gue sayang sama dia. Cuma pas mau ngisi separuh rasa sayang itu tadi, keburu
diisi sama sikap Shilla yang mmmmm you know what I mean lah Fy..”
Ify
mengangguk. Dia paham maksud Gabriel. Apalagi sampai sekarang Shilla masih tak
mau menyatu dengannya, Agn, terlebih Sivia. Herannya dia, kenapa di sekitar
masalahnya dengan Gabriel jadi kebawa semua. Kenapa marahnya ke semua? Gabriel
melihat jam tangannya. Matanya terbelalak. Jam menunjukkan hampir sebelas
malam. Bisa – bisa kena omel nich. Mana dia sengaja matiin HPnya lagi, biar
mamanya gak telfon – telfon mengingat sikap mamanya yang protek.
“Udah
malem ternyata Fy… Sorry ya Fy udah nyuri waktu tidur loe. Gue pamit ya, loe
langsung tidur habis ini. Loe pasti capek sama masalah loe ditambah dengerin
gue curhat.”
Ify
tersenyum tipis. Mengangguk. Ia mempersilahkan Gabriel meminum minumannya yang
tak tersentuh sama sekali. Pemuda itu langsung meneguk habis coklat hangat yang
disuguhkan mama Ify yang mulai dingin. Ia mengusap rambut Ify. Memperlakukan
gadis itu penuh sayang dan terima kasih. Dirinya yang terlahir sebagai anak
tunggal, membuat dia ingin menjadikan Ify sebagai adik. Kan lumayan punya adik
pinter.
“Sebelum
gue pulang, loe mau gak Fy, jadi adik gue? Gue anak tunggal. Pingin banget
punya adik..” Ify melototkan matanya lebar.
“Minta
sono ke mama loe”
“Yah,,
percuma minta sekarang Fy. Kagak bisa diajak curhat. Mau ya.. yayayayay”
“Iya
iya Kak Iel kakakku tersayang. Ify mau jadi adik Kakak.”
“Hehhehe…
makasih Ify cantik. Iel sayang dech sama adik Ify. Peluk boleh ya…”
Kembali
Ify melotot, namun sedetik kemudian ia mengangguk. Kehangatan langsung
menyentuh tubuhnya. Gabriel memeluknya seraya mengusap rambutnya lembut. Laki –
laki itu menaruh dagunya diatas kepala Ify. Dari dulu dia ingin sekali punya
adik yang bisa ia jaga.
“Kakak
pamit ya,, inget.. jangan terlalu mikirin masalah di sekolah. Ada kita,
terlebih Rio yang akan ngebantu loe…”
Ify
mengangguk. Gabriel langsung melepas pelukannya. Sebelum ia pulang. Dia
mencubit pelan hidung bangir Ify sebagai salam penutup perjumpaan curhat
bersama Ify. Setelah memastikan Gabriel menghilang di belokan perumahannya. Ify
menyuruh satpam rumah untuk mengunci pagar. Ia langsung merebahkan diri di
ranjang dan terlelap. Mencoba melupakan masalah yang sedang ia hadapi.
TO BE CONTINUED
Kak... Bagus 👍. Bgt... Tp aq blum bca part 1-28 jd agak bingung 😖 kk part 1-28 ku cari kok gak da sih ???,
BalasHapusMinta linknya dong kk 😄
Penasaran. Nih...... Mau dilanjut tp aq agak bingung sm cerita awalanya....
Semangat kakak
Part 1-28 dimana kak aq cari gak ada??? 😓
Part 1-26 nya kok ngak ada ya?jadi bingung sama ceritanya, padahal cerpenny keren banget..
BalasHapussaya sedih karena gak ada part 1-26 nya
BalasHapus