Malam cukup cerah menurut pandangan seluruh
penghuni di muka bumi. Tapi bagi Ify? Malam ini adalah malam sangat cerah.
Walaupun bintang sekarang sok banget menyembunyikan dirinya di balik awan.
Istilahnya tak mau diajak kerja sama untuk menerangi bumi untuk saat ini. Di
hari special baginya. Hari yang sangat ia tunggu-tunggu. Hari dimana ia tak
akan lagi dianggap anak kecil, tak akan lagi diangkap kurang cukup umur saat
mengintip teman-temannya yang tengah menonton film horror produksi Indonesia.
Tahu sendiri kan, film horror bikinan Indonesia gimana? Jauh banget dari kata
yang benar-benar horror. Horor sich, horror waktu lihat adegan syurnya. Nah
dia? Pas lagi jam kosong waktu itu, salah satu teman sekelas jahil banget. Dia
berani-beraninya menonton salah satu film horror Indonesia yang ada adegan
tengkar betulan antara DP dan Jupe. Pas udah sampai di adegan itu, tiba-tiba
film di pause. Dia berteriak “Eh tutup mata Ify. Belu cukup umur dia. Masih di
bawah pengawasan orang tua.” Anjir banget. Ify langsung mencak-mencak lihat
teman-teman sekelasnya ketawa. Orang sama-sama kelas tiga juga kan? Walaupun
belum tujuh belas sich. Tapi apa bedanya? Beda lah.
Ify menatap para undangan yang rata-rata
teman sekelas dan beberapa teman satu angkatan yang hanya dia kenal, satu
persatu mulai memasuki pintu masuk. Ia tak sabar untuk meniup lilin ulang tahun
umur 17nya. Lilin 17 itu telah berdiri tegak di atas kue tart bentuk stich
ukuran besar yang berada di atas panggung kecil di tengah-tengah kolam renang
ukuran rumahan. Party ulang tahunnya kali ini diadakan di halaman belakang
rumah yang di dekorasi sedemikian rupa. Panggung minimalis lengkap dengan
beberapa alat musik, seperti keyboard dan gitar. Di acara ini, Via dan Agni
bersedia untuk memberikan penampilan special untuknya. Shilla? Ify tak habis
pikir dengan jalan pemikiran Shilla. Apa mau gadis itu sampai-sampai bergabung
menggantikan posisi kak Zahra di Z2D yang sekarang ganti nama DESHIVA
(Dea-Shilla-Zeva). Mereka bertiga cukup tenar selain tenar dari segi perilaku
yang bisa dibilang kurang baik –tukang bully masih jadi profesi- juga karena
ketiganya cantik dan menarik. Kemodisan mereka dalam berbusana juga menjadi
daya tarik mata pria untuk melihatnya. Apa boleh buat, mungkin dia nyaman dengan
kehidupannya sekarang. Dia lama-lama capek ngoceh panjang lebar agar gadis itu
bersamanya kembali. Rasanya tak masuk telinga kanan, juga tak keluar telinga
kiri.
“Duh… yang jadi ratu malam ini cantik bener.”
Seruan seseorang yang sangat ia kenal, membuatnya
mengalihkan pandangan ke sumber suara. Sudah ada kak Zahra, Via, dan Agni
disana. Kedekatannya dengan Gabriel yang sebatas kakak-adik membuat Ify
mengenal lebih sosok kak Zahra yang ternyata ramah, lembut, tapi tegas. Dia
nyaman dengan kak Zahra. Berasa punya kakak cewek. Itu juga berlaku bagi Agni
dan Via. Ketiga orang yang pasti masuk dalam daftar undangan itu langsung
menyerbunya dengan pelukan sahabat. Sampai-sampai ia kewalahan sendiri untuk
menanggapi sikap mereka.
“Kalian apa kabar? Kangen gue.”Tanyanya
singkat dan intonasi datar.
Ketiganya melengos. Si Ify ini walaupun udah
sembuh penyakit tak berekspresinya, tapi masih saja kumat-kumatan. Cuma Rio
memang obat paling ampuh. Kalau ada pemuda itu, kalimat tanya benar-benar pakai
intonasi bertanya. Gak kayak ini, datar. Bikin bĂȘte’. Udah cantik juga.
“Please deh nada ngomong loe Fy.”Tegur Via
yang paling dekat dengan Ify tapi masih dapat perlakuan sama dari Ify seperti
teman-teman lainnya.
“Hehehehe… sorry. Kalian apa kabar?”Tanyanya
lagi.
“Gue baik donk.” Jawab Via langsung sembari
tetapmerangkul Ify.
“Gue juga.” Agni menjawab.
“Kakak juga baik.”
Senyum Ify mengembang. Ia lantas menarik
ketiga sahabatnya meninggalkan tempat ia berdiri tadi tak jauh dari pintu
masuk, menuju gazebo belakang depan panggung.
“Kak Zahra kapan nyampek Jakarta?”Tanyanya.
“Tadi pagi Fy.”
Ify mengangguk. Kak Zahra sudah lulus tahun
kemarin dan meninggalkan Jakarta dan memilih menetap sementara di pulau orang,
tepatnya di kota Makasar. Kak Zahra menetapkan pilihan mengambil jurusan
sosiologi. Kenapa di Makasar? Karena salah satu universitas di sana yang
dipilih kak Zahra, jurusan sosiologinya lebih detil disbanding di pulau Jawa.
Lebih bagus. Jadinya ya, Kak Zahra dan Kak Gabriel LDR. Kak Gabriel sendiri
kuliah di UI ambil jurusan teknik mesin.
Obrolan semakin panjang seraya menunggu
undangan memenuhi halaman belakang. Rio dan Alvin telah hadir dan bergabung
bersama Ify dkk. Terpaksa Ify menekan rasa kecewa mendengar penuturan dari
Alvin maupun Rio bahwa Cakka dan Gabriel tak bisa hadir karena berhalangan.
Padahal Ify lagi on fire ingin ngerjain kak Cakka. Suara MC –yang dipercayai
keluarga Ify untuk mengatur acara ini- menyadarkan mereka dari obrolan-obrolan
sekedarnya dan langsung berkumpul dekat panggung kecil.
***
Gadis berulang tahun itu telah berdiri di
atas panggung bersama kedua orang tua dan adik paling ganteng yang ia punya,
Deva. Ready banget untuk meniup lilin angka 17 itu, sampai-sampai Ify dari naik
panggung hingga berdiri di atas panggung senyum itu terus mengembang. Rio yang
berada di depan panggung menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah calon
gadisnya. Yap, masih calon. Selama 2 tahun kenal dan dekat, masih tak mengubah
status calon gadisnya menjadi gadisnya. PHP gak sih kalau gitu? Enggak donk.
Batin Rio membantah. Kan kalau PHP itu gak memberi kepastian terus ninggalin
tiba-tiba, terus muncul dengan kabar sudah berhubungan dengan yang lain. Tapi
kalau dia kan nggak. Jadi dia bukan orang yang masuk daftar PHP. Catat itu,
karena sampai sekarang. Dia masih berada di samping gadis itu. Gak ke
siapa-siapa. Stuck hanya di Ify.
“Fy, Fy, nyengir mulu yang mau ke tujuh
belas. Sian deh baru gedhe.”
Ify langsung menoleh ke sumber suara. Lengkungan
di bibir langsung lurus. Dahinya mengernyit. Via. Biasa tuh anak. Jahil mulu
jadi orang. Lihat tuh. Dia langsung angkat tanda peace tinggi-tinggi saat
tatapannya menyalang lurus. Suara MC langsung mengembalikan suasana semula.
“Ayo kita nyanyi bareng-bareng selamat ulang
tahun untuk Alyssa.”
Nyayian itu merata memenuhi ruangan terbuka
itu. Saat berubah kalimat menjadi ‘Tiup lilin’, Ify membungkuk. Sebelumnya ia
panjatkan doa. Dalam hitungan detik, api kecil lilin itu langsung mati
digantikan tepukan meriah. Rasa bahagia terus mengalir di tubuh Ify. Di umur 17
ini, ia akan mendapatkan KTP, ia sudah bisa ikut menyumbangkan suara di
pemilihan umum, ia sudah mendapat SIM, dan terlebih ia sudah mendapat pemikiran
bahwa ia telah dewasa, yang mengharuskan ia untuk mengubah sikap-sikap buruknya
selama masa remaja. Terima kasih Tuhan. Hingga umur 17 ini, ia masih di beri
kesempatan untuk tetap menginjak dunia fana ini.
Ify meraih pisau khusus di sebelah kue
tartnya. Sebenarnya Ify sendiri tak tega untuk memenggal di bagian leher kue
tart stich itu. Lucu sich. Pinter banget yang bikin. Tepukan tangan kembali
terdengar saat Ify mulai menancapkan pisau khusus itu. Dia membuka mata dan
tersenyum. Dengan perlahan, ia menaruh bagian kue yang terpotong ke wadah yang
terhias cantik.
“Kue pertama untuk siapa Ify?” MC bersuara.
Ify langsung memutar tubuh menghadap kedua
orang tuanya, lebih tepat ke mama dahulu. Satu suapan telah masuk di mulut Mama
seiring dengan kecupan pipi yang diberikan oleh mama. Ify menggeser sedikit
berhadapan dengan papa.
“Ini untuk Papa. Anak Papa udah gedhe loh.
Awas aja masih dibilang kecil-_-” Bisik Ify.
Papa tertawa. Lantas membuka mulutnya memberi
akses kue itu masuk ke dalam mulutnya. Setelah kunyahan itu terhenti. Papa
meraih kepala Ify, dan mengecup dahi putri satu-satunya itu.
“Yang kedua Ify?” Kembali si MC bersuara.
Ify yang baru saja memotong untuk kedua
kalinya, memainkan bibir berfikir.
“Gue gak loe kasih kak? Sian deh gue jadi
adik yang tak dianggap.”
Suara tawa terdengar. Ify menahan senyum. Oh
iya ada Deva. Baru sadar dia. Ify berbalik menghadap Deva.
“Kecil sich loe. Gak lihat gue jadinya. Nih
buat loe adik gue yang paling gue sayang.”
Deva melengos memutar bola matanya. Terpaksa
ia membuka mulut. Ify sendiri udah cekikikan, sampai ia pegang garpu kue itu
gemetar. Setelah kue itu tertelan habis, Deva berjijit sedikit karena tingginya
hanya sepelipis Ify. Mengecup kilat pipi sang kakak.
***
Setelah seluruh ritual ulang tahun selesai.
Ify dan keluarga sudah berkumpul di depan panggung. Selain mengundang
teman-teman dekatnya, Ify juga mengundang orang tua teman dekatnya, seperti
orang tua, Via, Agni, dan lain-lain. Seluruh undangan telah pecah focus ke
hidangan yang disajikan yang telah tersedia di stan makanan dan minuman. Alunan
musik yang dimainkan oleh Deva menjadi backsound. Ify tersenyum kecil melihat
adiknya tengah menyanyikan lagu kesukaan mereka berdua yang membuat Mama sempat
ngambek. Lagu milik ada band yang dinyanyikan duet dengan gita gutawa, yang
terbaik untukmu. Sentuhan lembut mengagetkan Ify dari fokusnya menyaksikan
Deva.
“Tante Manda.” Serunya senang lantas langsung
memeluk sosok wanita paruh baya itu.
“Maaf ya, Tante sama Om terlambat. Masih
nunggu Om-nya meeting.”
Ify melepas pelukan. Ia beralih pada pria
paruh baya di samping Tante manda. Pria itu masih mengenakan kostum kerjanya
yag terlihat sedikit lusuh karena lelah. Terlihat sekali dari wajah walaupun
beliau memaksa memperlihatkan senyum hangatnya.
“Terima kasih Om udah hadir di ulang tahun
Ify. Om pasti capek.”
Tangan kanan Om Zeth terulur mengusap
rambutnya.
“Iya. Nggak kok. Om gak capek kalau udah
ketemu calon menantu Om.”
Mata Ify membulat. What?? Menantu? Eh ralat,
calon menantu?
“Maksud Om?”
Om Zeth hanya tersenyum. Ify gak suka deh
kalau lihat orang senyum macam Om Zeth kali ini. Bikin kepo. Ify merasakan tubuhnya
dibalik menghadap panggung kembali. Belum sempat bertanya, mata Ify lebih
mendelik lagi. Sudah ada Rio stand by dengan gitar menatapnya dalam. Lengkap
dengan senyum yang membuat Ify bisa-bisa pingsan di tempat. Di tatap aja udah
bikin nafas ngos-ngosan, gimana di senyumin? Mama, Papa, Deva, tolong, anakmu
ini nyaris dibunuh oleh pesona kak Rio. Dasar kak Rio, penjahat melelehkan.
Apaan??
“For you Alyssa..”
Suara berat merdu itu membuka penampilan Rio.
Pembukaan saja udah bikin Ify sedikit lelah menyanggah tubuhnya sendiri.
Apalagi selanjutnya? Masih intro, dan hanya suara gitar yang terdengar. Kalian
pasti pernah merasakan bagaimana saat kalian dihadapkan oleh sosok yang selalu
kalian impikan, sosok yang sangat sulit bagi kalian untuk menghiraukan
pesonanya, sekarang malah dengan tiba-tiba tanpa memberitahunya dahulu,
benar-benar sengaja memancarkan pesona yang lebih-lebih dibanding biasanya?
Memaksa kalian untuk terus melihatnya, tak memberi kalian kesempatan untuk
mengalihkan pandangan, seenggaknya untuk melirik saja. Yang ia mau hanya kalian
yang terus menatapnya. Pernah kan? Gimana rasanya? Pertama pasti perut mules.
Rasanya kayak ada yang ngubek-ngubek. Mules-mules geli gitu. Lidah di daerah
tenggorokan mempause produksinya dan ikut hanyat dalam pesona. Butuh air-butuh
air….
It’s a beautiful night,
We’re looking for something dumb to do
Hey baby...
I think I wanna marry you...
Is it the look in your eyes
Or is it this dancing juice
Who cares baby...
I think I wanna marry you...
Well I know this little chapel
On the boulevard we can go
No one will know
Come on girl...
Who cares if we’re trashed
Got a pocket full of cash we can blow
Shots of patron
And it’s on girl...
Don’t say no, no, no, no no
Just say yeah, yeah, yeah, yeah yeah...
And we’ll go, go, go, go go
If you’re ready, like I’m ready...
Cause it’s a beautiful night
We’re looking for something dumb to do...
Hey baby...
I think I wanna marry you...
Rio mengakhiri lagu yang ia nyanyikan hanya
sepenggal lebih(?). Senyum mautnya yang tak hanya menghanyutkan Ify, tapi juga
gadis-gadis yang menjadi mantan adik kelasnya sekarang juga ikut korban maut
senyumannya itu, masih terus ia perlihatkan. Menatap gadis yang di ujung tak
jauh dari panggung bersama kedua orang tuanya, dan kedua orang tua gadis itu
tentunya. Rio sempat terpaku dengan sosok Ify malam ini. Walaupun ia sering
melihat gadis itu terlihat manis dan cantik dalam kesederhanaannya, tapi malam
ini, Ify benar-benar wah. Dia sempat mempelototi beberapa, bukan beberapa,
kebanyakan cowok yang menjadi teman sekelas dan seangkatan Ify memuja dan
membawa gadis itu dalam imajinasinya. Gak jauh-jauh dari imajinasi liar,
apalagi saat melihat bibir Ify yang merona merah walau tanpa lipstick. Jujur,
senakal-nakalnya Rio yang suka mencari kesempatan untuk mencium pipi atau
hidung Ify, dia bersumpah untuk tak akan menyentuh bagian bibir, sebelum Ify
benar-benar sah menjadi miliknya. Dan sampai sekarang, hal itu benar-benar tak
ia lakukan. Walaupun pernah ingin, tapi akalnya segera sadar untuk mengerem apa
yang ia lakukan.
“Alyssa, mau gak jadiin aku suami kamu?”
Degh….. Otak Ify blank. Mati-matian Ify
mengatur nafasnya. Raut wajahnya cemas-cemas campur bahagia. Susah payah Ify
menelan ludahnya. Ify melirik kanan kiri. Om Zeth dan tante manda kenapa udah
gak di sampingnya. Lantas ia menoleh, mereka tak jauh darinya bersama kedua
orang tuanya. Dahi Ify mengernyit, kok Mama, Papa gak syok sich anaknya dilamar
pas masih status siswa gini? Pelan-pelan, kaki Ify melangkah mundur. Entah apa
maksudnya.
Alis Rio terangkat melihat reaksi Ify. Gadis
itu melangkah mundur. Ia semakin mendekat. Sorakan undangan masih terdengar.
Berhenti saat ia telah berada tepat di hadapan Ify dan berhasil meraih kedua
telapak tangan Ify. Rio hampir tertawa. Senyum geli terhampar di wajahnya.
Tangan Ify basah dengan keringat dingin. Benar-benar basah. Udah kayak habis
cuci tangan. Rio menundukkan kepalanya menyamakan posisi wajah Ify yang hanya
sebatas pelipisnya.
“Alyssa?? Kamu mau gak jadiin aku suami
kamu?”Tanyanya mengulang.
Mata Ify mengedip-ngedip seiring dengan
nafasnya yang sangat ketara oleh Rio ulai tak normal.
“Stabilin nafas kamu…” Bisiknya.
Ify meringis mencoba menstabilkan nafasnya.
Duh… jangan asma please, jangan. Masak gini doank asma? Gimana first kiss,
lebih-lebih first nightnya? Pingsan kali. Plak… Ify mikir apa? Plese Fy,
pikiran loe-_-
“Mak-mak-maksud kakak, nikah..?”Lirihnya.
Rio mengangguk. Tangan kanannya terulur
menyentuh dagu tirus gadis yang menunduk itu. Memaksa Ify untuk kembali menatap
kedua matanya. Sialan. Tadi disuruh stabilin, tapi sekarang malah dibikin
kumat. Tarik nafas baik-baik Ify. Jempol Rio masih menari di pipi Ify, menanti
jawaban gadis itu. Hembusan nafas Ify yang berusaha untuk kembali normal,
menerpa wajahnya, mengingat jarak mereka hanya sejengkal. Kak Rio sialan.
“Gimana?”Tanyanya tak sabar.
Ify memejamkan mata, lantas membukanya
kembali.
“If-Ify ma-masih sekolah Kak.”
“Gak sekarang nikahnya. Aku tunggu kamu
sampai lulus bulan juni nanti. Lepas kamu menjabat sebagai siswa SMA, kita akan
melangsungkan pernikahan.”Jelas Rio sungguh-sungguh. Matanya menajam menandakan
bahwa ia benar-benar serius meminang Ify.
“Mama…Pa-Papa..?”
“Aku sudah meminta izin pada mereka----” Rio mendongak menatap kedua orang tua Ify
yang berada di belakang anak gadisnya.
“Alhamdulillah mereka mengizinkan dengan
syarat-syarat yang baru bisa aku penuhi selama setengah tahun ini.”
Kelopak mata Ify membuka penuh. Mempersiapkan
setengah tahun. Itu berarti kak Rio memintanya kepada kedua orang tua sudah
lama? Kenapa mereka tak berbicara apa-apa?
“Gimana Alyssa? Bersedia untuk menerima aku
menjadi suami kamu?”Tanya Rio sedikit lantang. Mengundang sorakan riuh kembali
setelah beberapa menit hening.
Ify menarik nafas dalam-dalam seiring dengan
melepas pelan kedua tangan Rio yang telah berada di kedua pipinya.
Menggenggamnya erat. Mencari kekuatan untuk bersuara. Namun akhirnya, hanya
anggukan yang ia gunakan sebagai jawaban. Rio tak bisa lagi menahan senyumnya.
Sungguh, selama menanti jawaban gadisnya walaupun ia optimis akan diterima,
tetap saja membuat jantungnya dag-dig-dug waspada. Ia sudah mempersiapkan
kemungkinan jika Ify menolak. Tapi syukurlah, gadis itu mau untuk ia jaga.
Dengan gemas Rio mengacak-acak rambut Ify yang tergerai melihat rona di pipi
gadis itu.
***
Papa dan Mama sudah bercerita semua dari
awal, bahkan Tante Manda –yang sekarang minta dipanggil mama juga- dan Om ikut
membeberkan. Ify tak menyangka Kak Rio benar-benar serius untuk menjadikannya
sebagai pendamping. Sentakan-sentakan yang terlontar dari kedua orang tua kak
Rio maupun kedua orang tuanya, dirasakan oleh pemuda itu. Kak Rio sendiri
bilang lebih susah meminta izin pada kedua orang tuanya, mengingat ia baru
lulus dan baru menjalankan hidup sebagai mahasiswa. Kak Rio memilih jurusan
managemen bisnis di UI, dan niatnya di tahun depan Kak Rio akan mencoba untuk
mengambil jurusan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam. (maaf kalo
salah info masalah kuliah)
Saat meminta izin dulu, Kak Rio sampai
didiemin sama Om Zeth selama beberapa hari. Dan saat waktu itu tiba. Waktu
dimana kak Rio diizinkan, ia langsung melaksanakan aksi meminta restu pada
kedua orang tua Ify. Jadi, kalo Ify pikir-pikir, kak Rio benar-benar berusaha
keras, dan Ify tinggal terima enaknya. Salah sendiri gak bilang-bilang. Lagian
kalau bilang, Ify ogah. Tapi, Ify janji. Ia akan berusaha menjadi pendamping
hidup yang benar-benar baik di mata Rio –calon suaminya. Tapi gimana? Dia gak
punya gambaran.
“Kamu mikirin apa? Mikirin nanti gimana
berperilaku sebagai seorang istri?”
Ify tersadar. Ia menggigit bibir bawahnya
kuat-kuat. Meringis tertahan. Kenapa Kak Rio harus tahu yang ada di kepalanya?
Bikin malu. Tapi, Ify jujur saja. Ia mengangguk.
“Hahahaha… aku juga gak tahu gimana nanti
harus bersikap layaknya seorang suami. Kita belajar bareng-bareng aja. Selama
belajar, tetap bersikap layaknya kita sebagai teman seperti biasanya. Biar gak
canggung.”
Ify
mengangguk. Dia berniat menggeser duduknya lebih kedepan.
“Gak usah macem-macem.”
Ify memasang tampang memohon.
“Nggak Ify. Tetap posisi seperti ini atau angkat
kaki kamu dari kolam?”Ancaman Kak Rio membuatnya mengendus kesal.
Sekarang keduanya tengah berada di balik
panggung yang sepi. Kak Rio sengaja membawanya kesini. Katanya sich buat
nenangin kondisinya karena habis terapi jantung dadakan. Ify tentu saja
langsung mencelupkan kedua kakinya. Ia baru bisa melakukan itu setelah berdebat
kecil dengan kak Rio. Kak Rio bilang, takut ia nanti sakit. Akhirnya hanya
dibolehin sebatas setengah lutut. Nyebelin gak sich?
“Kakak kenapa gak jadiin aku pacar dulu? Kenapa
langsung ngajak nikah? Bikin syok tahu gak sich?”
Ify mendongak menatap kak Rio meminta
jawaban. Kak Rio yang lagi enak-enak ngusap-usap puncak kepalanya yang lagi
bersandar di bahu kak Rio, berganti ngusap-usap bahunya.
“Mmm kenapa ya? Aku fikir menjadikan kamu
sebagai seorang istri lebih tepat dibanding hanya menjadikanmu sebagai kekasih.
Lagian juga di agama kita, lebih baik nikah kan? Aku juga ingin serius sama
kamu gak hanya sekedar serius hubungan remaja sekarang. Gak bagus menurutku.
Mending manggil Papa, Mama pas udah nikah, dibanding masih pacaran kan?”Jelas
Rio sedikit menyindir pacaran anak zaman sekarang.
Ify mengangguk-anggukkan kepala mengerti.
Keduanya kembali terdiam. Ify sendiri semakin menyamankan posisinya dirangkulan
Rio. Membiarkan tangan pemuda itu mengusap lembut rambutnya. Sedang tangan yang
satu menggenggam erat kedua tangannya. Kadang sedikit meremas saat ia merasakan
udara dingin menyergap.
“Kamu itu bagaikan oksigen buat aku. Gak ada
kamu aku gak akan hi--------”
“Gombalan loe basi parah deh Yo.”
Rio menoleh ke belakang. Lantas melengos. Ia
tetap mempertahankan Ify dalam rangkulannya saat gadis itu memberontak untuk
dilepaskan. Sumpah Ify malu. Kak Alvin, Agni, Via, dan Kak Zahra yang nyamperin
mereka. Parahnya lagi kedua orang tua kak Rio dan kedua orang tuanya menyusul
menghampirinya. Ify melotot-melotot tak digubris oleh Kak Rio. Dasar nih Kak
Rio. Baru saat ia memasang tampang penuh permohonan, Kak Rio baru
ngelepasinnya.
“Cie.. yang setengah tahun lagi bakalan jadi
pengantin baru. Jangan bikin anak dulu yee.”
Ify melotot. Tak lama pipinya merona. Rio
hanya tertawa mendnegar celetukan Via. Gak ada sama sekali dalam pikirannya
memiliki anak untuk saat ini. Dia nikah
bukan karena nafsu hal itu kali-_-
“Tunggu Ify nyelesain kuliah dulu lah Vi. Loe
pikirannya kenapa ke sono? Pengen?” Serang Rio balik.
Sekarang Ify ketawa dan memelet-meletkan
lidahnya mengejek Via yang dibikin skak mat oleh Rio. Rio melirik Alvin untuk
langsung nenangin gadis itu.
“Rio berusaha banget untuk mengikat kamu,
Sayang. Dia bertekad, akan menghidupi kamu dengan kakinya sendiri. Tanpa
bantuan kami, termasuk dalam mengadakan acara pernikahan kalian nanti.”
Rio hanya tersenyum mendengar penuturan Mama
Manda. Dia tak berniat menceritakannya pada Ify. Detik kemudian, ia langsung
merasakan pelukan hangat dari gadis itu. Hatinya bahagia. Sangat bahagia.
“Suatu saat ini, kalau aku bawa kamu
meninggalkan kota ini, kamu siap?”
Dan perasaan itu lega saat mendapati anggukan
dari Ify, bukan sekedar gadisnya tapi calon istrinya dan ratunya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar