Hallo semua... lama sekali aku tidak post cerita. Maaf yak kalau saya php. Php itu manusiawi, dan saya manusia. Hehehe...
Oh ya, makasih buat yang udah ngucapin selamat ulang tahun dan doanya untuk saya, semoga tuhan membalas kebaikan kalian dengan mengabulkan doa-doa kalian.
Makasih yang udah nagih NDWN dan KK. Secara gak langsung kalian ngingetin aku untuk terus nulis. Ini aku post untuk PU. Special part pokoknya. Isinya gak menguras emosi kok. Aku lagi happy, jadi kurang sreg mau bikin yang nyesek-nyesek. Kalian juga kayaknya kangen dengan kebersamaan mereka yang direnggut oleh tara di dua part kemarin. hohoho Pokoknya aku tulis aja semua apa yang mau banget aku tulis sesuai dengan mood hahaha. Mood lagi bagus, jadi tulisannya kayaknya bikin happy deh nih...
sorry for typo. kalo kurang feelnya ya maklumin, udh sebulan gk nulis. huhuhu... jadwal padat*soksibuk* hehehe
Ya sudah, monggo dibaca...
&&&&
“Dear, bangun!?”
Samar-samar Ify mendengar suara Rio. Perlahan dia membuka mata. Mendapati wajah Rio hanya setengah jengkal dari wajahnya. Kedua ibu jari Rio masih menari-nari di pipinya. Dia balik menangkup wajah tampan suaminya. Menjauhkan sedikit sebelum dia menegakkan kepala yang bersandar pada kepala kursi mobil. Dia merasa tak nyaman dengan supir keluarga yang melihat dari spion atas mobil.
Dasar Rionya yang nakal, pemuda itu malah makin mempersempit ruang antara wajahnya dan Ify. Tersenyum menggoda. Jujur hasrat ingin menampar Rio muncul, tapi sayang ntar suaminya gak ganteng lagi. Galau ringan menyerang! Alhasil ia pasrah. Membiarkan Rio mencium kedua kelopak matanya, lama. Turun ke hidung, sebelum benar-benar melanjutkan ke daerah yang biasa menjadi sasaran terakhir laki-laki itu menciumnya, Ify lebih dulu mencegah dengan menutup wajah. Panas dingin, bro. Walaupun sudah berkali-kali diperlakukan seperti ini, tapi sensasinya macam pertama kali.
“Kakak... ada Pak Man tuh.” gerutu Ify yang masih belum berhasil menjauhkan wajah Rio.
“Why?”
Ihh.. Ify ingin gigit hidung Rio kalau sudah begini. Sepertinya Rio harus diberi siraman rohani biar kelakuannya kembali normal. Perasaan dulu gak mesum-mesum banget kayak sekarang. Semenjak dia merespon kelakuan Rio sesuai keinginan Rio, pemuda itu makin agresif. Dia telah kurang benar mengambil keputusan waktu itu. Makan tuh resiko Ify!
“Hhh... ya udah sekarang terserah Kakak.” pasrahnya.
Rio tertawa kecil. Dia memalingkan wajah pada Pak Man. Mengedipkan mata mengirim kode yang sepertinya sangat dipahami oleh pria paruh baya itu. Terbukti setelah kedipan mata itu, Pak Man beranjak dari kursi pengemudi. Mengambil koper ukuran besar majikannya. Walaupun belum terlalu lama mengabdi pada Rio, dia paham setiap kode yang diluncurkan Rio padanya. Terlebih untuk urusan seperti ini, dan terlebih lagi mereka sesama lelaki, dan makin terlebih lagi sama-sama sudah beristri. Paham banget lah ya.
Rio kembali memandang wajah Ify yang merenggut atas kelakuannya. Dia selalu suka ekspresi Ify tiap dia liar seperti sekarang. Gadis itu menolak bukan karena tak nyaman, tetapi takut jika dia menertawakan walapun secara tidak langsung akan respon tubuh Ify, terkhusus wajahnya yang nanti akan merah padam. Padahal dia cuma sekedar kecup-mengecup bibir doang. Gimana yang lebih-lebih? Kegiatan first night misalnya?
“Kak... singkirin tubuh Kakak dong. Ify kegencet nih.”
Memang tubuh Rio menekan Ify pada sandaran kursi mobil. Dia menurut. Mundur, dan langsung mengangkat tubuh mungil itu serta mendudukkannya di pangkuan. Suara benturan kepala Ify dengan atap mobil terdengar cukup keras. Ify mengadu.
“Maaf, maaf...” ungkapnya benar-benar menyesal.
Dia tak sadar jika gerakannya kasar. Tangannya yang tak ikut menyanggah punggung Ify membantu Ify mengusap bagian ubun-ubun yang menjadi korban tabrakan ringan dengan atap mobil itu. Lantas membawa kepala Ify di lekukan lehernya. Duh... niat mau ambil jatah mengecap bibir lembut Ify, malah gak jadi. Syukur-syukur Ify gak ngambek.
“Kakak jahat.”
Nah kan? Perasaan bersalah langsung menyembuhkan kemesuman Rio.
“Maaf, Sayang... Maaf.”
Ify menggeleng-gelengkan kepala. Tak terlalu sakit sih, cuma peningnya itu loh. Apalagi gerakan Rio mendadak di saat dia baru bangun. Dia mendengar pintu mobil terbuka. Tangan Rio menyusup di antara paha dan betis. Menggendongnya ala bridal style. Melangkah panjang menghampiri pintu Villa milik Rio.
Selama 4 hari ke depan, dia dan Rio berlibur di Villa yang berhasil Rio bangun setelah mendirikan rumah mereka dengan keringat hasil kerja selama 2 tahun ini sebagai GM. Dia jadi menyesali keputusannya menolak memegang kuasa keuangan Rio. Sekarang jadi penasaran kan tiap bulannya uang Rio beranak berapa, apalagi jika ada proyek tambahan di luar proyek yang memang menjadi agenda tetap perusahaan. Duh... masih umur 21 tahun, udah mapan banget. Pantas jika berani menjadikannya istri. Kebutuhan jasmani sangat terpenuhi, kebutuhan rohani cukup terpenuhi.
Rio membawanya pada sofa panjang di depan televisi 42 inch. Membaringkan tubuhnya dengan paha Rio sebagai bantal. Mengusap-usap kepalanya lembut. Dia fokus menatap wajah Rio. Cowok ini benar-benar terlihat cemas. Dia jadi tak tega. Setengah memiringkan tubunya, Ify melingkarkan tangan di sekitar perut Rio.
“Ify udah gak papa, Kak.” ujarnya.
Dia merasakan hembusan nafas kelegaan Rio.
“Ify laper?” tanya Rio setelah mengangkat tubuhnya untuk di sandarkan pada dada bidang Rio.
Dia menggeleng. Menggeliat sebentar menyamankan posisi. Rio semakin mengeratkan pelukannya di perut Ify.
“Kak... Malam ini kita ke mana?” tanya Ify, setengah mendongak.
“Adik Ify maunya ke mana?” balik tanya Rio.
“Ify capek. Di sini aja ya, Kak.” jawabnya.
Rio mengangguk. Dia juga tak ingin ke mana-mana. Kalau bisa selama 4 hari itu dia dan Ify di dalam villa ini saja. Sepertinya lebih seru godain istri di dalam ruangan, dibanding ke tempat di mana banyak orang berkeliaran. Walaupun villanya ini terletak di tengah persawahan, tapi tetap aja kalau keluar villa banyak penduduk desa melakukan kegiatan-kegiatan rutin mengelolah tanah mereka. Dan itu pastinya menghalangi kegiatan menggoda istri. Tapi sayang juga jika dia tidak menikmati keindahan alam di kaki gunung ini. Galau setengah berat menerjang!
“Kak... dingin.” keluh Ify.
“Ke kamar ya?” tawar Rio.
Ify menggeleng, “Di sini dulu. Masih jam berapa ini.”
“Peluk Ify.” lanjutnya merengek.
Rio tersenyum tipis. Dia mengubah posisi Ify. Menyandarkan punggung gadis itu di dadanya, dengan kepala bersandar di pundak kiri. Mengambil jaketnya yang disampirkan pada lengan sofa oleh Pak Man tadi. Menutup bagian atas tubuh Ify dengan jaket tebal itu, baru memeluknya. Dia menumpukan dagu pada pundak kanan Ify. Istrinya mulai memejamkan mata. Nyaman mungkin. Jelas nyaman dong. Siapa sih wanita yang gak nyaman dipeluk sama Rio? Eh wanita yang Cuma dapat pelukan Rio kan cuma Ify dan Mama. Ya udah berarti gak ada mengingat kedua bidadari cantik Rio selalu nyaman dalam dekapannya.
***
“Kakak... Fotoin Ify dari arah sana.” teriak Ify pada Rio yang duduk di gubuk sawah yang terbuka.
Pagi-pagi sebelum matahari terbit, mereka jalan-jalan mengelilingi sawah-sawah yang ada di sekitar villa. Suhunya beh, dingin abis. Semalam Ify sampai harus memakai 3 lapis baju Rio. Kenapa baju Rio? Perlu diketahui oleh pembaca, baju-baju Rio itu hangatnya sebelas dua belas dengan pemilik baju. Tapi masih hangat tubuh Rio. Dia nyaris merengek meminta Rio untuk telanjang dadadan dia nyungsep di situ, tapi kan kasihan ntar malah Rio yang sakit gara-gara kedinginan. Mati-matian dia menahan keinginannya. Dia juga jalan-jalan hingga hinggap di tengah sawah ini dalam kondisi belum mandi. Rio? Sama kok. Sebenarnya, Rio tadi sudah mau mandi, tapi dia larang dengan mengatakan jika Rio mandi sedangkan dia tidak, itu namanya Rio tidak setia istri. Kelakuannya ini berhasil membuat Rio gemas dan menciumi pipi-hidung-bibirnya berkali-kali hingga laki-laki itu puas. Tapi sepertinya tak pernah puas, karena jika tidak dia yang menghentikan, mungkin mereka tidak akan mendapat kesempatan melihat indahnya matahari muncul dengan malu-malu dari ufuk timur.
“KAKAK.. AYO DONK FOTO IFY.” teriaknya sekali lagi melihat Rio tak beranjak.
Rio berdecak pelan. Dia tengah menyiapkan sarapan berupa roti dan kawan-kawan yang mereka bawa ke tempat ini dan Ify mengganggunya.
“Gadget kamu mana?” tanyanya tak menemukan gadget Ify di sekitar alas gubuk yang ia duduki.
“Pake’ punya Kakak.” jawab Ify setengah berteriak.
Dia nyengir lebar saat Rio sudah memegang gadgetnya. Dia mulai berpose. Merentangkan tangan lebar-lebar. Tiba-tiba saja, beberapa pemuda seusia Rio yang tengah melakukan aktivitas di sekitar mereka terpaku menatap gadisnya. Kesal, Rio menaruh gadgetnya kembali. Menghampiri Ify dan menarik gadis itu untuk kembali duduk di gubuk. Ify meronta meminta Rio melepaskan cengkraman di pergelangannya.
“Duduk!” perintahnya saat Ify akan kabur.
“Gak mau!” tolak Ify menggeleng-gelengkan kepala kuat-kuat sambil kedua tangannya bersedekap di depan dada.
“Duduk!”
“Gak mau!”
“Ify!”
“Kak Rio!”
Rio menghembuskan nafas kesal. Dia berdiri di depan gadis itu. Menekan pundak Ify agar Ify duduk dengan antep.
“Lihat sekeliling kamu! Aku gak suka kamu jadi pusat perhatian orang.”
Ify mengikuti perintah Rio. Melihat di balik punggung Rio. Kepalanya menoleh kanan-kiri. Beberapa pemuda melempar senyum padanya. Ify menunduk. Tahu apa yang dimaksud Rio. Tapi kan...
“Ify masih pengen foto-foto, Kak. Sayang kalau pemandangan indah kayak gini disia-siakan.”
Ify masih ngotot ingin meneruskan apa yang dilakukannya barusan. Ah... biasanya Rio gak gini amat. Cemburuan banget sih! Ngebete’in
“Coba kamu yang diposisi aku, Dear. Aku foto-foto dengan banyak gadis berkeliaran memandang aku penuh minat. Apa yang kamu rasain?”
JLEB! Rio pintar banget sih bikin dia diam membisu. Jelas panas membara lah hatinya dia.
“Iya iya Ify ngerti. Udah ih.. Kakak lanjut nyusun rotinya. Ify lapar.”
Dia mengalah. Menunduk memainkan jemarinya. Rio tersenyum puas. Dia mengusap puncak kepala gadis itu sebelum mengangkat dagu Ify dengan tangan kanannya. Membuat gadis itu mendongak dan menatap tatapan teduhnya.
“Gini dong, jadi istri aku itu harus nurut!”
Setelah itu Rio lebih membugkukkan badan. Mengecup singkat bibir Ify yang mengerucut akibat tingkahnya.
“KAKAKKKKK!” teriak Ify saat sadar dan Rio sudah balik duduk di samping kanannya. Dasar Rio tidak tahu tempat!
***
Setelah menghabiskan sarapan sementara mereka, Rio dan Ify melanjutkan perjalanan kembali. Kata Rio saat membereskan perlengkapan yang dibawa untuk membuat sarapan tadi, tak jauh dari posisi mereka ada sungai lumayan besar dengan arus air standar. Lumayan dibuat main-main. Ify sempat gak mau karena bayangan-bayangan buruk mengenai sungai itu menyapa pikirannya. Selama ini sungai yang dilihat Ify itu identik dengan kotoran di mana-mana. Langsung saja Rio mengubah pikirannya dengan mengatakan sungai di sini berbeda dengan sungai yang ada di kota-kota. Ify juga kenapa bego’ banget! Kan di sini lingkungannya masih murni, tak terkontaminasi oleh ulah tangan manusia yang buruk. Iya kalau di jakarta atau gak bandung, dua kota yang menampungnya.
“Huahhh... Sungainya keren. Airnya bening banget. Ify nyebur ya, Kak.”
Reflek Rio menjitak kepalanya. Ify bersungut-sungut sambil mengusap-usap kepalanya yang jadi sasaran empuk Rio.
“Nyebur terus kedinginan, kram, tenggelam, Kakak gak peduliin. Mau?” ucap Rio.
“Nggak.” Ify menggeleng kuat-kuat. Nyengir.
“Foto yuk Kak.” ajaknya langsung merogoh tas selempangan Rio. Mengeluarkan gadget suaminya.
Rio mengangguk. Mengambil posisi di belakang Ify. Mereka foto dengan membelakangi sungai. Rio memeluk leher jenjang Ify dari belakang. Menumpu dagu di pundak kanan gadis itu. Ify risih karena banyak mata-mata yang memusatkan pandangan pada mereka. Rio ini nyebelin banget sih. Kalau dia foto sendirian terus dipandang dengan serius sama orang, Rio marah. Kalau mereka foto bareng dengan Rio yang selalu bersikap seperti ini, dia gak bisa marah. Argh...
“Satu... dua... Tiga...”
Ify menekan tombol samping kanan. Mengabadikan pose mereka. Rio menjulurkan wajahnya turut melihat hasil selfie mereka. Dia baru sadar kalau dia dan Ify serasi. Apalagi senyum lebar begitu, kelihatan mirip. Jodoh kan katanya? Semoga jodoh akhirat juga. Amin...
“Lagi.”
Alis Ify saling bertauatan. Setengah menoleh melihat wajah Rio. “Tumben? Biasanya cuma mau diajak selfie sekali. Sejak kapan ketagihan?”
“Sejak jadi seseorang yang menggenapkan separuh agamamu.”
Blushhh... Mulut Ify terkatup. Setengah memaksakan diri untuk tidak tersenyum. Pipinya memansa. Eh bukan pipi aja sih, seluruh tubuhnya dari bawah merangkak ke atas terasa hangat. Di tambah Rio makin merapatkan tubuh mereka.
“Ayo lagi!” ucap Rio pelan menyentak ketidaksadarannya.
Masih dengan tubuh sedikit gemetar, Ify mengarahkan gadget di depan wajahnya dan Rio. Menghirup nafas dalam-dalam berharap bisa menghilangkan debaran jantungnya yang sudah di atas normal. Rio ini memang tak pernah gagal membuat dia jatuh cinta terus-menerus padanya.
Di hitungan ketiga, dia merasakan sesuatu yang lembab menyentuh sudut bibirnya. Tanpa sadar, membuat pegangannya pada gadget Rio merenggang dan akhirnya lolos. Terjatuh dengan mulus. Alih-alih marah, Rio malah geregetan dengan Ify. Gemas, dia mengangkat tubuh mungil Ify. Menggendongnya. Ify makin tak berdaya. Pingsan boleh kali ya...
“Kamu menang Alyssa. Kamu sukses. Sukses buat aku gak akan pernah mau melepaskan kamu.” bisik Rio di telinga kanannya.
Baru Ify memberanikan diri membuka mata, bibir Rio sudah terlebih dulu menutup kembali matanya. Bibir itu mendarat lumayan lama sebelum mengecup keningnya. Bagi Ify, Rio ini paket lengkap. Di mana ada tipe cowok yang hanya bisa menyalurkan kasih sayang melalui perkataan atau perbuatan, Rio mampu menunjukkan betapa laki-laki itu memuliakannya melalui perkataan juga perbuatan. Terus, kalau sudah begini, jika Ify menghianati Rio, letak kesalahannya itu sudah tahu kan di mana?
***
Keduanya balik meninggalkan sungai menuju villa saat merasakan tubuh mereka meminta untuk diguyur. Setelah adegan romantis mengharukan tadi, mereka duduk menghadap sungai. Memandang air sungai yang mengalir dengan tenang. Sesekali Ify menjatuhkan beberapa jenis tanaman yang tumbuh di tepi sungai sambil berceloteh. Misalnya menguji jodoh tidaknya dia dan Rio dengan mencabut satu-persatu kelopak bunga hingga habis dan saat tersisa satu kelopak itu menunjukkan bahwa dia dan Rio tidak berjodoh. Akibatnya dia mendapatkan serangan cinta dari Rio.
“Ah... gara-gara Kakak nih gadgetnya eror.” gerutu Ify yang mengutak-atik gadget Rio. Menjelajahi galeri foto. Belum lihat dengan jelas, sudah mati duluan. Hidup lagi, belum berapa menit, mati lagi. Begitu terus-terusan.
Rio menoleh ke samping kiri. Mengacak-acak rambut gadisnya hingga berantakan. Sudah gak mandi, rambut diberantakin, gak asik dah penampilan Ify. Untung cantik.
“Tadi yang pegang gadgetnya siapa? Yang ngejatuhin siapa?”
Ify melirik sinis, “Tapi kan Kakak yang buat Ify ngejatuhin gadgetnya.”
“Oh ya?”
Ify mencak-mencak, “IYA KAKAK. Kakak kan yang buat Ify gemetaran. Kakak sengaja ya? Udah tahu kelemahan Ify tiap disayang-sayang sama Kakak selalu grogi berlebihan. Eh malah Kakak dengan sengaja memunculkan kelemahan Ify. Gak mau tahu pokoknya gadgetnya harus sehat lagi.”
Rio tertawa. Ya gusti ngegemasin banget sih bidadari yang engkau turunkan menjadi pendamping hidup hamba.
“Itu gadget punya siapa? Kakak kan? Kenapa kamu rempong?” ucapnya.
“Iya sih punya Kakak. Tapi kan di gadget ini banyak kenangan kita berdua Kak. Banyak foto Ify juga. Ishhh Kakak, lama-lama Ify gigit nih.”
Rio berhenti berjalan, menghadap ratunya. “Kan bisa diambil memorinya, Dear. Kok Ify bego’ sih? Efek habis disayang-sayang sama Kak Rio ya?”
Anjir! Errrrr... Ify mengangkat kedua tangannya dengan gerakan ingin mencekik Rio. Lalu menghempaskan dengan kasar di samping tubuh sebelum melipat tangan di depan dada. Membelakangi Rio.
“Tauk ah, Ify sebal sama Kakak.”
“Kalau sebal gigit aja. Gigit bibir Kakak, Kakak ikhlas lahir batin kok.”
Setelah itu Rio ngibrit sabli tertawa cukup keras. Teriakan Ify menyumpah-nyumpah hingga tumpeh-tumpeh. Dia balik badan. Berjalan mundur. Merentangkan kedua tangan saat Ify berlari menyamakan posisi dengannya. Melihat itu, Ify mendadak mengurangi kecepatan larinya. Mendengus. Kak Rio nih ya. Mesumnya gak berhenti-berhenti. Tapi kalau berhenti, gue yang kek cacing kepanasan. Kak Rio, Kak Rio. I’m yours dah Kak.
***
Hari ketiga di villa Rio yang berada di pertengahan sawah. Masih gak habis pikir kenapa Rio berhasil membangun Villa yang walaupun tidak terlalu besar di kaki gunung seperti ini. Sepertinya dia harus menanyakan latar belakang Rio membangun Villa ini saat bersantai di ranjang nanti. Seperti biasa, Rio sudah beraksi dengan sempurna di dapur. Menyiapkan sarapan. Dia berlari kecil saat tiba di ambang pintu. Langsung memeluk Rio dari belakang membuat pemuda di depannya berhenti memotong-motong wortel.
“Sekali-kali Ify kek Kak yang masak. Hehehe.” ucapnya setengah menongolkan kepala di balik ketek Rio.
Rio menyentuh tangan Ify yang melingkar di perutnya. Membalikkan badan. Menahan tubuh gadis itu untuk tetap menumpu badan pada tubuhnya.
“Aku bakal turutin semua permintaanmu, kecuali memasak untuk aku tanpa pengawasan aku, meminta aku menceraiakan kamu, dan meminta aku ninggalin kamu atau pun sebaliknya.”
Ify mengerucutkan bibir. Mendongak memperjelas pada Rio bahwa dia lagi dalam kondisi ngambek ringan. Mentang-mentang dia buat kesalahan fatal dalam masak-memasak yang saat itu terselenggara di rumah Qirana yang membuatnya nyaris say good bye selamanya pada Rio, membuat pemuda itu benar-benar protektif jika dia sudah berurusan dengan alat masak.
“Yaudah seperti biasa, Ify bakalan lihat kakak aja, yang ngebuat Ify makin gak mau lepas sama Kakak karena perlu Kakak tahu pesona Kakak itu paling kuat pas udah masak begini. Pokoknya Ify gak mau lihat Kakak masak kalau ada teman-teman Kakak yang cewek atau teman-teman Ify yang cewek. Harus cuma Ify yang lihat Kakak masak.”
Gemas, Rio menarik hidung bangir itu. Menggoyang-goyangkannya ke kanan-kiri. Ify tertawa kecil. Begitu pula Rio. Gadis yang sekarang masih bisa ia rengkuh dan akan selalu berada dalam rengkuhan hidupnya ini selalu punya cara tersendiri menghiburnya, dan melepas penat yang tak pernah absent berkunjung melalui tugas-tugas hidup.
“Sekarang Tuan putri, kakak persilahkan untuk duduk.” perintah Rio yang langsung dijalankan oleh Ify.
Hanya 25 menit yang Rio butuh kan untuk menghidangkan lalapan ayam. Ayam goreng dengan warna kuning kecoklatan terlihat mengundang hasrat untuk menelan habis semuanya menggebu-gebu, terlebih sambal lalapan yang sudah berteriak-teriak meminta dimasukkan dalam organ pencernaan. Tak mau kalah sayur mayur melambai-lambai ingin diperhatikan.
“Pelan-pelan makannya.” tegur Rio pada Ify yang melahap dengan kurang santai.
Gadis itu hanya mengangguk-anggukkan kepala sambil memegang paha ayam di tangan kanannya. Mulutnya sibuk mengunyah. Rio menyentuh dadanya. Ada kesenangan yang berbeda walaupun dari sumber yang sama saat melihat Ify seperti ini. Tak mau melepas kesenangan itu begitu saja, sepanjang Ify menghabiskan sarapannya, tatapan teduh Rio terus mengintai.
***
“Kak… ngapain nih sekarang? Membusuk lagi di dalam kamar kayak kemarin?” tanya Ify saat keduanya duduk santai di padang rumput kecil-kecilan di halaman depan rumah.
Ify tengah menyisir rambut-rambut Rio yang sepertinya sudah harus dipotong. Pemuda itu terlentang di rerumputan dengan kepala menumpu pada paha Ify yang tertutup dress selutut. Ify bertanya seperti itu karena kemarin mereka tidak melakukan aktivitas di luar villa. Hujan tiba-tiba mengguyur. Alhasil bertapa dalam kamar.
Rio bangkit. Menarik lengan bawahnya pelan. Menggiringnya memasuki rumah. Alamat benar-benar seperti kemarin. Belum sempat bertanya, Rio membawanya menuju ruangan di ujung paling kiri lantai dua. Setelah pintu berhasil terbuka, terpampang beberapa kardus di mana masing-masing terdapat tulisan. Ify mengikuti Rio dari belakang saat mulai memasuki ruangan.
“Itu apa Kak?” tanyanya saat Rio membuka kotak kardus dengan tulisan 90.
“Lihat sendiri!”
Ify manyun, tapi tetap mengikuti apa yang Rio suruh. Tanpa ragu dia menyentuh barang-barang yang ada di dalam kardus itu. Ada bola bekel bersama pernak-perniknya, Dakon bersama biji-bijinya, monopoli bersanding dengan uang mainan, dan yang terakhir tutup botol minuman yang berkaca. Ingin bertanya, Rio mengangkat kardus itu. Membawanya keluar ruangan. Ify mengintil.
“Tolong buka pintunya, Dear!” pinta Rio. Sekarang meminta, bukan perintah.
Ify masuk lebih dulu. Menahan pintu kamar untuk terus terbuka hingga Rio masuk dengan leluasa. Pemuda itu menurunkan kardus di karpet depan ranjang keduanya. Kamar yang mereka tempati sekarang dua kali lipat lebih luas dari kamar mereka di bandung. Dibagian dekat pintu tergelar karpet berbentuk lingkaran. Rio meletakkan mainan-mainan itu di tengah karpet.
“Mau main apa dulu?” tanya Rio setelah Ify duduk dengan nyaman di hadapannya. Keduanya tepisah oleh kardus.
“Hah? Eh... Ini Kakak dapat dari mana?”
Rio tersenyum tipis, “Dari toko-toko yang masih menjual mainan ini, sebagian sisa mainanku waktu kecil dulu.”
Ify mengangguk paham, “Terus ngapain beli mainan ini?”
“Ya buat seru-seruan lah, Sayang. Udah jarang kan main mainan 90an begini?”
“Iya sih. Alasan lain?” Ify masih belum puas.
“Aku mau ngenalin mainan-mainan ini ke anak-anak kita nanti. Aku ingin mereka merasakan keseruan yang berbeda dari mainan-mainan ini di tengah-tengah makin majunya teknologi.” Jelas Rio dengan menatap dalam Ify.
Duh... Ify jadi gerah lagi kan? Baru ditatap doang udah grogi, gimana digrepe-grepe yang nantinya menghasilkan buah hati?
“Kak Rio memangnya mau punya anak berapa?” tanya Ify iseng, sekalian. Udah ngomongin anak kan si Rio?
“Berapa aja yang penting munculnya dari rahim kamu dan aku yang berbuat menanamkan dia dalam rahim kamu.” jawab Rio tidak singkat, padat, dan amat sangat kurang jelas mengenai jumlahnya. Ini lagi, nanem-nanem, dikira taneman kali?
“Mau punya anaknya kapan Kak?” tanya Ify mulai polos.
Rio berhenti mengeluarkan mainan-mainan itu dari kardus, “Gak usah mancing, Fy.”
Hihihi... Ify menahan tawa. Menunduk saat tatapan tajam Rio menusuk matanya. Duh... makin cakep aja laki gue kalau begini.
“Main yang mana dulu?”
“Yang ini.”
Ify menunjuk kotak monopoli. Rio mengangguk. Menyingkirkan yang lain dari hadapan mereka.
“Bikin peraturan dulu.” ucap Rio.
“Maksudnya Kak?” tanya Ify tak mengerti. Mendongak menatap Rio yang turut menatapnya.
“Yang menang gimana, dan yang kalah gimana.”
“Oh... itu, Kakak aja yang bikin. Kakak kan udah biasa bikin peraturan.” ucap Ify tak sadar membangunkan ide jahil Rio.
Rio menyeringai lebar, “Beneran Kakak yang buat? Adik Ify gak mau turut andil?”
Ify menggeleng, “Itu specialisnya Kakak.”
“Oh yaudah. Kalau Kakak menang, adik Ify harus cium bibir Kak Rio. Kalau Kakak yang kalah, Kak Rio yang cium bibir Adik Ify. Gimana?”
BUGH.....
Ify langsung melempar kotak monopoli ke muka Rio. Puluhan lembar uang tak berdosa itu berterbangan. Ify bangkit. Menaiki ranjang. Membaringkan tubuhnya, dan menarik selimut hingga menutupi wajah. Rio bikin kesal lagi. Mulutnya komat-kamit merutuki kelakuan mesum Rio. Dia menahan selimut itu saat ada tarikan.
“Ayo main! Tadi katanya gak mau membusuk lagi kayak kemarin.”
“GAK MAU. Kakak mesum!”
Rio tertawa keras, “Wajarin kalau cowok itu mesumnya dilihatin secara jelas. Kaum kami punya testosteron.”
Ify membuka selimut. Penasaran dengan statement Rio barusan.
“Hubungannya apaan Kak?”
Rio menahan tawa. Dia mengambil posisi duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Ify.
“Kamu belajar apa selama ini, hm?” tanya Rio.
“Belajar bagian dalam tubuh manusia.” jawab Ify nyengir.
Rio mengetuk pelan dahinya, “Testosteron itu menciptakan dorongan aktifitas seksual. Dalam hal ini, yang punya testosteron itu cowok kan? Walaupun cewek punya tapi dalam jumlah yang jauh lebih sedikit daripada testis dan itupun langsung dikonversi menjadi estrogen untuk mematangkan sel telur. Jadi wajar kalau cowok mesumnya kelihatan jelas.”
“Oh... gitu. Tapi kata teman-teman Ify, cewek itu lebih ganas ya Kak? Padahal kelihatannya kalem.”
“Kakak capek mau jelasin, kamu buka aja alamat ini http://islamisfun.wordpress.com/2014/02/16/karena-bu-risma/. Baca baik-baik dan pahami.” ucap Rio sambil menuliskan URL sumber informasi yang dia peroleh.
“Gak jadi main?”
Ify nyengir lagi, “Gak deh, Kak. Ify penasaran mau baca. Kakak duduk sandaran di sini aja. Elus-elus kepala Ify sambil Ify baca-baca.”
Rio mengangguk. Alhasil, dari pukul 08.00 sampai suara adzan dhuhur berkumandang, keduanya hanya bergelut di atas ranjang. Ify membaca website yang Rio kasih lanjut membaca novel, sedangkan Rio berjalan-jalan di akun e-mailnya. Membaca kiriman tugas kantor dari Papa plus, tugas UTS take home yang disebar oleh teman sekelasnya. Selama 5 hari dia mendapat jatah libur kuliah karena kegiatan UTSnya yang dilaksanakan di kampus sudah kelar, tersisa tugas UTS take home saja.
***
“Pulang besok deh, Kak. Ya ya ya...” rengek Ify saat keduanya tengah packing.
“Kamu ada kuliah, dan itu UTS.”
“Gak usah ikut gak papa deh, Kak.”
“Aku gak suka kamu bandel gini.”
Ify langsung diam. Melanjutkan kembali membenahi pakaian-pakaian kotor miliknya dan Rio. Percuma saja tadi dia nempel-nempel ke tubuh Rio biar cowok itu menuruti keinginannya, tapi gak ada hasil.
“Kakak katanya mau nurutin semua permintaan aku kecuali tiga itu.” Ify masih memaksa.
Rio mendelik, “Pengecualiannya tambah yang ini.”
“Ka--”
“IFY!?” Rio mulai kehilangan kesabaran.
Kali ini Ify benar-benar tak berkutik. Rio sudah membentaknya. Itu berarti keputusan cowok itu tidak akan bisa diganggu gugat. Mending serangan jantung karena disayang-sayang sama Rio deh dari pada dibentak begini.
Pak Man sudah tiba di Villa sejak pagi. Mereka pulang menunggu waktu dzuhur. Ify menuruni tangga dengan bibir manyun. Menghentak dengan keras tiap langkahnya. Rio membiarkan. Pemuda itu hanya diam. Tak ingin jika dia mengeluarkan suara hanya akan membentak Ify lagi nantinya. Pak Man beranjak dari sofa saat melihat majikannya menuruni tangga. Sedikit heran keduanya tak lengket seperti biasa. Mungkin lagi tengkar. Dia mengambil koper yang dibawa oleh Rio. Membawanya menuju mobil. Setengah berlari Ify mengikuti Pak Man. Rio hanya bisa geleng-geleng kepala. Ify... Ify!
“Kamu ngapain duduk di belakang sendiri? Pindah!” ucap Rio saat mendapati Ify sudah duduk di bangku kemudi paling belakang.
“Gak mau!”
“Fy... Aku gak mau nyentak kamu.”
Ify mendengus, “Ify benci Kakak.”
“Kakak sayang Ify.” balas
Berusaha keras Ify menegur tubuhnya untuk tak merespon berlebihan atas perkataan Rio. Rio baru menutup pintu mobil setelah Ify pindah duduk di sampingnya. Lalu meminta Pak Man menjalankan mobil meninggalkan villa. Tangan Rio meraih telapak tangan Ify yang memegang boneka unicornnya. Mengeratkan genggamannya saat Ify meronta.
“Masih ngambek aja sih.” ucap Rio mengecup punggung telapak Ify.
“Ify gak suka Kakak bentak Ify.” balas Ify.
“Kalau gak suka, jangan mancing Kakak buat bentak Ify.” Balasnya.
Ify diam. Rio menarik kepala Ify pelan untuk bersandar di dadanya. Melingkarkan kedua tangannya di sekitar pinggang Ify, dan menumpu di atas boneka yang Ify peluk. meletakkan dagu di atas puncak kepala ify.
"Kak..."
"Hm?"
"Kapan-kapan ke sana lagi ya."
"Iya. Tapi ada syaratnya."
Ify menggeliat menyamankan posisi. sedikit susah menoleh pada rio karena berat kepala pemuda itu bergantung di puncak kepalanya.
"syaratnya apa?"
"kita ke sana dengan tujuan yang berbeda."
"hah? maksudnya?"
Rio tersenyum misterius. "Ya beda tujuan. Kalau sekarang tujuannya liburan. Ntar kalau ke sini lagi tujuannya honeymoon."
Ify memasang tampang melas, "Yah... masih lama berarti ke sananya."
Rio menampilkan senyum usil, "Kalau mau cepat-cepet ke sana lagi, gampang kok. Tinggal ngubah rencana awal."
"Ify gak ngerti Kak. Rencana apa?"
Rio menepuk jidatnya sendiri. Ify sepolos apa sih? Dapat ia lihat dari spion, sopirnya menahan senyum.
"Rencana malam pertama kita dipercepat dari rencana awal. Gimana?"
Ify menjawab dengan boneka unicornya yang ditatapkan pada wajah Rio. Menekannya hingga tawa Rio teredam.
"Kamu itu lucu banget sih, Sayang. Jadi pengen godain terus. Hahahaha"
Tak tahan, Rio mengeratkan pelukannya. Menggoyang-goyangkan tubuh Ify penuh geregetan. Tertawa sepuasnya. Sepertinya Rio yang akan terus terlihat awet muda kalau begini ceritanya. Pria itu sering banget buat dia cemberut yang jadi bahan tawaan. Rio awet muda. Ify cepet tua dibikin kesal terus. Tapi justru itu yang buat Ify gak mau lepas dari rengkuhan Rio. Ahh... I love you.....
"Love you too." ucap Rio mencium pipinya lama seakan tahu apa yang hatinya katakan barusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar